Kamis 27 Jul 2017 07:22 WIB

Hubungan Bersejarah Indonesia dan Palestina

Masjidil Haram Yerusalem
Foto: muhammad subarkah
Masjidil Haram Yerusalem

Oleh: Lukman Hakiem*

Hari-hari terakhir ini, kawasan Masjid Aqsha di Palestina kembali memanas. Penyebabnya tidak lain kebrutalan dan kesewenang-wenangan Israel yang tetap ingin mengangkangi tanah air bangsa Palestina.

Umat Islam di seluruh penjuru dunia tergerak membela dan mendukung perjuangan rakyat Palestina, bukan saja karena di sana terletak Masjid Aqsha,  tetapi terlebih-lebih karena perbuatan Israel mengangkangi tanah Palestina bertentangan dengan nilai-nilai keadilan dan kemanusiaan.

Di Indonesia, soal Palestina telah menjadi perhatian umat Islam,  bahkan saat bangsa ini masih dijajah oleh kolonial Belanda, beberapa tahun sebelum Proklamasi Kemerdekaan 17 Agustus 1945.

Palestina Mendukung Perjuangan Kemerdekaan Indonesia

Hubungan bangsa Indonesia dengan bangsa Palestina memang sudah terjalin jauh sebelum Indonesia merdeka.

Pada pertengahan tahun 1920-an, datang ke Mesir seorang pemuda bernama Abdul Kahar Mudzakkir (1907-1973). Selain berkuliah di Universitas Al-Azhar dan Universitas Darul Ulum, pemuda asal Kotagede, Yogyakarta itu aktif memperkenalkan Indonesia yang sedang berjuang untuk melepaskan diri dari penjajahan Belanda melalui tulisan-tulisannya di surat-surat kabar Mesir seperti Al-Ahram,  Al-Balagh, Al-Fatayat,  dan Al-Hayat.

Berkat aktivitasnya itu,  Mudzakkir populer di Mesir. Pada 1931, Mudzakkir diminta oleh Mufti Besar Palestina, Sayyid Amin Al-Husaini untuk mengikuti Muktamar Islam Internasional di Palestina sebagai wakil umat Islam Asia Tenggara, khususnya Indonesia.

Setelah terlebih dahulu berkonsultasi dengan pimpinan Partai Syarikat Islam Indonesia (PSII) di tanah air, Mudzakkir berangkat ke Palestina. Mudzakkir hadir di Muktamar bukan saja sebagai peserta termuda,  tetapi juga berperan cukup signifikan, karena oleh Mufti Palestina, Mudzakkir diminta menjadi Sekretaris Muktamar, mendampingi Sayyid Amin Al-Husaini.

Kesempatan itu dimanfaatkan oleh Mudzakkir untuk lebih mengenalkan Indonesia sebagai negeri berpenduduk mayoritas Muslim dan meminta dukungan Muktamar bagi perjuangan bangsa Indonesia menuju kemerdekaan.

Mengenai peristiwa ini, Tashadi, penulis biografi Mudzakkir, menulis: "Kongres Islam di Palestina pada tahun 1931, bagi bangsa Indonesia yang terjajah merupakan satu tonggak sejarah.... Pemuda Abdul Kahar Mudzakkir berani menentang seluruh struktur kolonial Belanda pada 1930, yakni ketika Perdana Menteri Belanda, Colyn,  mengatakan bahwa kekuasaan Belanda di Indonesia kokoh seperti gunung."

Peristiwa di tahun 1931 itu menjelaskan mengapa Mufti Sayyid Amin Al-Husaini memberikan dukungan ketika Jepang menjanjikan kemerdekaan kepada Indonesia. Janji Jepang itu disampaikan oleh Perdana Menteri Jepang, Koiso,  di depan Sidang Istimewa Teikoku Gikai pada 7 September 1944.

Segera sesudah mendengar janji PM Jepang,  Mufti Palestina mengirim telegram kepada PM Koiso yang antara lain menyampaikan penghargaan atas janji PM Jepang itu. Menurut Amin Al-Husaini, sekalian kaum Muslimin di dunia sungguh memperhatikan benar-benar nasib Indonesia.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement