REPUBLIKA.CO.ID, MATARAM -- Dinas Kelautan dan Perikanan Nusa Tenggara Barat mencatat produksi garam rakyat anjlok dari angka 178.605 ton pada 2015 menjadi hanya 24.307 ton tahun lalu akibat anomali cuaca.
"Penurunan produksi drastis sekali karena cuaca tidak menentu, kadang panas, kadang hujan, sehingga petani tidak bisa panen secara normal," kata Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan (DKP) Nusa Tenggara Barat (NTB) Lalu Hamdi, di Mataram, Selasa (25/6).
Menurut dia, anjloknya produksi garam rakyat pada 2016 menyebabkan harga komoditas tersebut menjadi relatif mahal di pasaran. Hamdi menyebutkan harga garam kasar di tingkat petani pada saat panen relatif rendah, yakni sekitar Rp300 hingga Rp 500 per kilogram (kg), sedangkan pada saat musim hujan Rp 750 hingga Rp 1.500/kg.
Sementara harga garam halus atau garam rebusan di tingkat petani Rp 1.500 hingga Rp 2.000/kg. "Saya belum tahu pasti berapa harga garam di pasaran saat ini. Namun informasinya mengalami kenaikan," ujar Hamdi.
Adanya kenaikan harga, kata Hamdi, tentu memotivasi para petani garam untuk meningkatkan produksi demi mendapatkan keuntungan yang relatif besar. Namun upaya tersebut masih dihadapkan pada kondisi anomali cuaca sehingga produksi belum bisa maksimal.
Ia mengatakan dari informasi sementara yang diperoleh dari petugas lapangan, petani garam di Kecamatan Sekotong, Kabupaten Lombok Barat, sudah memproduksi garam sebanyak 157 ton selama Juni 2017. Ada juga produksi garam sebanyak 25 ton dari sentra produksi lainnya, seperti di Kabupaten Lombok Tengah, Lombok Timur, Sumbawa dan Bima.
"Memang untuk saat ini produksi masih relatif rendah. Nanti mulai Oktober hingga Desember baru puncak panen raya garam. Itu pun jika cuaca mendukung," katanya.
DKP NTB menargetkan produksi garam pada 2017 mencapai 169.000 ton dari luas 2.348 hektare lahan produksi yang sudah dimanfaatkan dari potensi luas lahan mencapai 9.789 hektare. Target tersebut harus bisa tercapai agar kebutuhan garam penduduk NTB sebesar 138,58 per kapita per tahun bisa terpenuhi.
"Mudahan kondisi cuaca tahun ini tidak seperti tahun sebelumnya sehingga target produksi tercapai. Kalau tidak, NTB harus mendatangkan garam dari daerah lain atau kalau ada kebijakan impor," ujar Hamdi.
Sementara itu, Nur Halimah, salah seorang pedagang pengecer di pasar tradisional Dasan Agung Mataram, menyebutkan harga garam halus di tingkat pedagang besar dari Rp5.000 naik menjadi Rp 15 ribu/kg. Sementara harga garam kasar dari Rp 3 ribu naik menjadi Rp 10 ribu/kg.
Menurut dia, kenaikan harga komoditas tersebut sudah berlangsung sejak pertengahan Ramadhan 1438 Hijriah, dan hingga saat ini masih bertahan mahal, meskipun pasokan sudah relatif lancar. "Dulu sempat tidak ada barang beberapa hari, makanya harganya melonjak tinggi. Tapi kok sekarang persediaan relatif banyak, tapi harga tidak turun-turun," ucapnya.