REPUBLIKA.CO.ID, PEKANBARU -- Jikalahari Riau, sebuah LSM yang peduli terhadap lingkungan dan anak, menilai lingkungan hidup di daerah ini tidak sehat bagi anak-anak karena mereka masih belum terbebas dari polusi asap. "Polusi asap sebagai dampak dari pembukaan perkebunan baru itu, telah merenggut kebahagiaan anak-anak untuk bermain dan belajar di sekolah," kata Koordinator Jikalahari Riau Woro Supartinah di Pekanbaru, Senin (24/7).
Dia menyampaikan pendapat demikian berkaitan dengan peringatan HAN tahun 2017 dan Pekanbaru menjadi puncak peringatan HAN secara nasional yang juga dihadiri Presiden Jokowi. Menurut dia, selain persoalan tingginya kekerasan terhadap anak, Riau juga diperparah oleh kabut yang membuat Riau tidak aman bagi anak-anak. Bahkan, dampaknya pada bencana kabut asap 2015-2016 sangat besar di antaranya lima orang meninggal di Riau, dua orang diantaranya anak-anak. Dampak lainnya dari kabut asap itu adalah lebih dari 97.139 ribu warga terkena penyakit ISPA pada 2015. Sebesar Rp20 triliun tercatat kerugian Riau akibat polusi asap, bandara tutup hingga dua bulan dan aktivitas pendidikan bagi anak-anak sekolah terganggu.
"Asap dengan kandungan partikulat tinggi juga dipercaya dapat mengganggu tumbuh kembang janin. Karena itu berkaitan dengan HAN di Riau, Jikalahari mengajukan sejumlah permintaan pada Menteri PPPA dan Gubernur Riau terkait Riau tidak cukup sehat untuk pertumbuhan dan perkembangan anak-anak karena lingkungan hidupnya rusak dan tercemar," kata dia.
Jikalahari juga menyoroti tingginya tindak kekerasan, menikah di usia muda, kasus trafficking hingga akta kelahiran bayi yang masih rendah. LSM ini menyerukan pentingnya dukungan dari berbagai pihak untuk memperbaiki lingkungan hidup di Riau agar lebih sehat dan pro tumbuh kembang anak.
Gubernur Riau harus melindungi anak-anak dari bencana ekologis (banjir dan asap) dengan segera melaksanakan komitmen yang telah disepakati dalam Nota Kesepakatan Perdamaian pascagugatan citizen lawsuit sepanjang 2017. Selain itu, Pemerintah Provinsi Riaujuga diharapkan memperbaiki tata kelola lingkungan hidup di Riau dengan cara menjalankan rencana aksi Gerakan Nasional penyelamatan Sumber Daya Alam-Komisi Pemberantasan Korupsi (GNPSDA-KPK).
Selan itu membentuk Tim Perbaikan Tata Kelola Lingkungan Hidup dan Kehutanan yang melibatkan publik dan KPK. "Kebijakan tersebut perlu ditempuh untuk melindungi kepentingan anak sebagai aset dan generasi bangsa dimasa datang yang bisa mendapatkan haknya untuk terlindung dari berbagai bentuk diskriminasi, eksploitasi dan kekerasan," katanya.