Senin 24 Jul 2017 05:07 WIB

Anak Indonesia dan Bayang-Bayang Perundungan

Sejumlah menggelar aksi menolak bullying (penggunaan kekerasan, ancaman, atau paksaan untuk menyalahgunakan atau mengintimidasi orang lain) di kompleks SMK 17 Temanggung, Jateng, Rabu (19/7).
Foto: Antara/Anis Efizudin
Sejumlah menggelar aksi menolak bullying (penggunaan kekerasan, ancaman, atau paksaan untuk menyalahgunakan atau mengintimidasi orang lain) di kompleks SMK 17 Temanggung, Jateng, Rabu (19/7).

REPUBLIKA.CO.ID, Pekan lalu, satu video berisi tindakan perundungan (bullying) oleh sekelompok anak terhadap seorang siswi sekolah dasar (SD) beredar di internet dan menjadi viral.Dalam rekaman itu, sekitar sembilan siswa merundung seorang anak di tempat yang diduga Thamrin City, Jakarta Pusat.

Tindakan ini pun berlanjut ke kantor polisi telah korban melaporkan kejadian itu ke Polsek Metro Tanah Abang, Jakarta Pusat. Pada 2016 lalu, enam siswi kelas XII di salah satu sekolah negeri di Jakarta merundung adik kelasnya sehingga membuat pihak sekolah menjatuhkan hukuman.

Lebih jauh lagi ke belakang yakni pada 2014 di Bukittinggi, Sumatera Barat. Sebuah video beredar yang berisi sejumlah murid memukuli seorang siswi di pojok ruangan kelas.

Pemerhati anak Seto Mulyani mengatakan, tindakan perundungan tidak bisa dianggap remah karena korban akan terus mengingatnya sampai dewasa bahkan tidak jarang berkibat bunuh diri. "Korban perundungan bisa frustrasi, murung bahkan nekad bunuh dini," katanya saat berbicara pada Forum Anak Nasional di Kota Pekanbaru, belum lama ini.

Senada Seto Mulyadi, Menteri Sosial Khofifah Indar Parawansa mengingatkan, agar jangan pernah menganggap enteng perundungan karena dapat berakibat fatal, apalagi korbannya bisa sampai bunuh diri. Khofifah menyatakan bahwa perudungan sangat rawan merusak mental bahkan berdasarkan data dari tim konselor Kementerian Sosial ada sekitar 40 persen anak-anak, terutama usia SD dan SMP yang di "bully" akhirnya mengalami frustrasi yang cukup dalam.

Karena itu, ia mengharapkan para guru untuk dapat turun tangan jika terjadi aksi perundungan terhadap murid di sekolahnya. "Saya pernah melakukan evaluasi ini di panti Kemsos di Pati, seringkali itu tidak menjadi bagian yang diperhatikan. Jadi jangan pernah anggap enteng 'bullying' karena ada yang akhirnya tidak tahan sampai bunuh diri," ujarnya.

Perudungan tidak hanya dalam bentuk kekerasan fisik maupun verbal, tapi juga bisa dalam bentuk apa pun, misalnya, bully lewat pesan singkat. Sementara itu, Ketua Kwartir Nasional Gerakan Pramuka Adhyaksa Dault mengusulkan penindakan tegas terhadap para pelaku perundungan terlebih kasus terjadi di dunia pendidikan.

Otoritas pendidikan harus mengambil tindakan tegas dan memberikan sanksi keras kepada pelaku perundungan. Tindakan tegas dapat menekan terjadinya perundungan karena memberi efek jera dan memberi contoh kepada pihak lainnya mengenai buruknya dampak tindakan tercela, mengusik terus- menerus tersebut. Atas terjadinya perundungan tersebut, Adhyaksa berpendapat hal tersebut tidak pantas dilakukan terlebih oleh kalangan berpendidikan.

Gerakan dan sosialisasi antiperundungan harus diperkuat dengan melibatkan lintas sektoral agar kejadian serupa tidak terulang kembali. Dengan begitu, akan muncul kesadaran mengenai bahaya perundungan bagi para korban baik dalam jangka waktu dekat dan masa depan.

Pola pengasuhan

Pemerhati perempuan dan anak, Giwo Rubianto Wiyogo meminta orang tua untuk memperhatikan pola pengasuhan anak agar di kemudian hari anak tidak menjadi pelaku perundungan. Orang tua harus memperhatikan pola pengasuhan anak. Anak harus dididik dengan penuh kasih-sayang dan juga etika moral yang baik.

Anak yang dididik dengan kasih sayang, ditanamkan nilai-nilai agama dan berakhlak mulia, tidak akan mudah terpengaruh dengan lingkungan di sekitarnya. Orang tua juga harus menjadi panutan bagi anaknya. Jangan sampai ketika berantem dengan pasangan itu di depan anak, karena akan mencontoh apa yang dilakukan oleh orang tuanya.

Anak yang mendapat pola asuh yang benar akan memiliki daya tahan dan juga daya tolak terhadap kekerasan serta tidak mudah emosional. Selain pola asuh, lingkungan juga turut mempengaruhi perilaku anak di kemudian hari. Untuk itu, orang tua juga perlu memperhatikan lingkungan anak.

Terkait dengan perundungan di Thamrin City, bahwa perundungan tidak dibenarkan dan melanggar hak perlindungan anak. Namun, baik pelaku dan korban sama-sama menjadi korban, korban tidak mendapat pendidikan dan pola asuh yang benar.

Pelaku yang juga anak-anak tersebut, harus dibina karena memiliki masa depan yang panjang. Selain itu, dinas pendidikan harus memastikan agar pelaku yang berjumlah sembilan orang tersebut, mendapatkan sekolah yang baru. Ke depan, tindakan perundungan di sekolah dapat terus berkurang.

Pesan Presiden

Presiden Joko Widodo juga berpesan kepada anak-anak Indonesia supaya tidak melakukan perundungan kepada teman-temannya. Pesan itu disampaikan saat bertemu dengan sekitar 3.300 akan yang menghadiri peringatan Hari Anak Nasional.

"Saya titip pesan seperti barusan drama tadi, tidak boleh mem-'bully' teman-temannya. Setuju? Tidak boleh mengejek temannya, tidak boleh mencemooh, tidak boleh mencela temannya," katanya pada peringatan Hari Anak Nasional 2017 di Lapangan Gedung Daerah Pauhjanggi Provinsi Riau di Pekanbaru.

"Anak-anak harus saling menghargai, saling membantu, saling menolong. Kalau ada temannya yang sakit harus ditengok, kalau saat menengok jangan lupa bawa roti, bawa makanan biar cepat sembuh. Setuju kalau mencemooh, mengejek itu tidak boleh?" tanya Presiden kepada anak-anak.

"Setujuu," jawab anak-anak yang menghadiri perayaan tersebut.

Pesan Presiden itu menjadi penegasan bagi kita semua bahwa kasus perundungan anak terus membayangi perkembangan anak Indonesia sehingga butuh komitmen semua pihak untuk melindungi anak dari tindakan perundungan.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement