Ahad 23 Jul 2017 07:48 WIB

31.350 Butir Obat-obatan Keras Ilegal Disita Polres Bogor

Rep: Gumanti Awaliyah/ Red: Bayu Hermawan
Obat ilegal (ilustrasi)
Foto: Republika/Raisan Al Farisi
Obat ilegal (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, BOGOR -- Kepolisian Resor Bogor berhasil menyita ribuan butir obat-obatan keras ilegal golongan G dari sebuah toko di wilayah Kecamatan Gunungsindur, Kabupaten Bogor. Pihak kepolisian menduga, obat keras berjumlah 31.350 butir tersebut adalah sisa dari hasil penjualan di wilayah Bogor.

Menurut Kapolres Bogor Ajun Komisaris Besar Andi M. Dicky, kepolisian juga telah mengamankan satu orang berinisial MH (25) yang merupakan pemilik toko. Penangkapan tersebut bermula dari aduan masyarakat yang menyebutkan toko tersebut melakukan penjualan bebas obat-obatan keras tanpa resep.

"Setelah itu kami bergerak dan melakukan pengecekan. Ternyata benar, obat-obat tersebut di jual bebas tanpa resep," kata Dicky saat dihubungi, Ahad (23/7).

Dicky menuturkan, setelah melakukan pemeriksaan pada beberapa saksi, polisi melanjutkan dengan melakukan penggeledahan. Hasilnya, terang dia, polisi menemukan barang bukti berupa obat-obatan keras golongan G antara lain, 21.250 butir obat jenis Tamadol, 10.000 butir obat jenis Hexymer dan 100 butir obat jenis Trihexphenidyl.

Dihubungi secara terpisah, Ajun Komisaris Andri Alam Kasat Narkoba Polres Bogor menjelaskan obat golongan G termasuk jenis obat keras yang digunakan sebagai penenang dan anti depresi. Sehingga setiap peredaran atau perjual-belian obat tersebut tidak boleh jika tidak ada rekomendasi atau resep dokter.

Menurutnya, pemilik toko MH tersebut juga tidak dapat menunjukan surat izin peredaran atau perjual-belian ribuan obat-obat tersebut. Karenanya, MH digiring ke polres untuk pemeriksaan lebih lanjut.

"Mengkonsumsi obat-obatan keras dalam jangka waktu lama dan terus-menerus tanpa resep dokter sangat berbahaya, karena menyebabkan kelumpuhan saraf otak hingga meninggal dunia," tegas Andri.

Berdasarkan pemeriksaan sementara, tersangka MH mengedarkan obat-obatan itu di wilayah Bogor dan sekitarnya. Setiap minggunya dia bisa meraup keuntungan sekitar Rp 80 juta dan obat-obatan tersebut selalu habis setiap minggunya. Jika terbukti, tersangka dapat dijerat dengan pasal 196 jo 197 Undang-Undang Nomor 36 tahun 2009 tentang kesehatan dengan ancaman pidana penjara paling lama 15 tahun.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement