REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pakar politik Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Firman Noor berharap Komisi Pemberantasan Korupsi memperlakukan Ketua DPR Setya Novanto yang sudah ditetapkan sebagai tersangka kasus dugaan korupsi KTP elektronik, sama dengan tersangka lainnya.
"KPK jangan tanggung-tanggung. Hukum harus ditegakkan secara konsisten dan tanpa diskriminasi," kata Firman dihubungi dari Jakarta, Selasa (18/7).
Firman berharap KPK tidak hanya berhenti pada Setya Novanto, tetapi akan banyak hal lain yang bisa terungkap dari penetapan tersangka ketua umum Partai Golkar itu. Menurut Firman, publik masih memiliki kepercayaan terhadap KPK dan perlu terus diyakinkan bahwa eksistensi KPK yang merupakan salah satu produk reformasi. Jangan sampai eksistensi reformasi menjadi sia-sia.
"Salah satu pembuktian keberhasilan reformasi dalam pemberantasan korupsi adalah dengan lebih banyak lagi penangkapan koruptor kelas kakap," jelasnya.
Sebelumnya, KPK menetapkan Ketua DPR Setya Novanto (Setnov) sebagai tersangka kasus dugaan tindak pidana korupsi pengadaan paket penerapan KTP berbasis nomor induk kependudukan secara nasional (KTP-E) tahun 2011-2012 pada Kemendagri.
Setnov disangka melanggar pasal 2 ayat (1) atas pasal 3 UU No 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU No 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Korupsi juncto pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Pasal tersebut mengatur tentang orang yang melanggar hukum, menyalahgunakan kewenangan, kesempatan atau sarana yang ada padanya jabatan atau kedudukan sehingga dapat merugikan keuangan dan perekonomian negara dan memperkaya diri sendiri, orang lain atau korporasi dengan ancaman pidana penjara maksimal 20 tahun dan denda paling banyak Rp 1 miliar.