Selasa 18 Jul 2017 14:38 WIB

DPR Minta Kasus Bully di Kampus Gunadarma Diinvestigasi

Mahasiswa membawa karangan bunga yang berisi dukungan kepada mahasiswa berkebutuhan khusus korban bullying berinisial MF di depan gedung rektorat Kampus Gunadarma, Depok, Jawa Barat, Senin (17/7).
Foto: Antara/Indrianto Eko Suwarso
Mahasiswa membawa karangan bunga yang berisi dukungan kepada mahasiswa berkebutuhan khusus korban bullying berinisial MF di depan gedung rektorat Kampus Gunadarma, Depok, Jawa Barat, Senin (17/7).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Anggota Komisi X DPR Ledia Hanifa Amaliah meminta Universitas Gunadarma segera menginvestigasi kasus perundungan atau bullying yang terjadi pada mahasiswa berkebutuhan khusus dan mengambil tindakan tegas terhadap para pelakunya.

"Sangat disayangkan sosok mahasiswa yang diasumsikan memiliki wawasan pendidikan lebih baik, jiwa matang, pemahaman mengenai hak dan tanggung jawab sosial hidup bermasyarakat ternyata mudah melakukan perundungan kepada seorang berkebutuhan khusus," kata Ledia melalui siaran pers diterima di Jakarta, Selasa (18/7).

Politikus Partai Keadilan Sejahtera (PKS) itu menilai ketidakpatutan yang terjadi tersebut menjadi berlipat ganda karena dilakukan oleh insan pendidikan di tengah lingkungan pendidikan pula. Karena itu, Ledia berharap kejadian tersebut diinvestigasi secara detail, jujur, adil dan terbuka.

Apalagi, ada kabar bahwa kejadian itu bukan yang pertama kali diterima mahasiswa berkebutuhan khusus di kampus tersebut. "Berdasarkan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2016 tentang Penyandang Disabilitas, pelaku diskriminasi pada penyandang disabilitas bisa dipidana," kata mantan ketua Panitia Kerja Rancangan Undang-Undang Disabilitas itu.

Menurut Ledia, Pasal 143 Undang-Undang Penyandang Disabilitas secara tegas melarang setiap orang menghalangi penyandang disabilitas memperoleh haknya, di antaranya hak untuk bebas dari diskriminasi yang diperjelas berupa pembedaan, pengecualian, pembatasan, pelecehan atau pengucilan.

Sementara itu, Pasal 145 Undang-Undang tersebut menyebutkan bahwa pelanggaran atas Pasal 143 dapat dipidana dengan pidana penjara maksimal dua tahun atau denda maksimal Rp 200 juta. Itu berarti perundungan pada penyandang disabilitas masuk dalam kategori melecehkan yang melanggar hukum dan jelas sanksinya berdasarkan Undang-Undang.

"Secara mendasar kita berharap tidak ada anak didik yang dipidana. Namun, kita juga tidak mau di kemudian hari masih ada orang berperilaku buruk kepada para penyandang disabilitas yang menganngap olok-olok serta pelecehan terhadap penyandang disabilitas sekadar gurauan," katanya.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement