REPUBLIKA.CO.ID, BELITUNG -- Banjir yang merendam ribuan rumah di Belitung, Bangka Belitung, tergolong banjir besar yang disebabkan oleh curah hujan ekstrem. Intesitas hujan yang turun sejak Jumat (14/7), melebihi rata-rata hujan bulanan.
"Berdasarkan data BMKG terukur curah hujan pada Sabtu (15/7) di stasiun Lalang-Manggar Kabupaten Belitung Timur sebesar 653 milimeter per hari. Sedangkan di Kelapa Kampit sebesar 306 milimeter per hari, Air Asam 290 milimeter per hari, Membalong 302 milimeter per hari, Perawas 128 milimeter per hari, dan Sijuk 82 milimeter per hari," papar Kepala Pusat Data Informasi dan Humas BNPB, Sutopo Purwo Nugroho, Ahad (16/7).
Besarnya curah hujan yang mencapai 653 milimeter per hari di Lalang-Manggar adalah kejadian yang ekstrem. Menurut Sutopo, sistem hidrologi di daerah aliran sungai tersebut, tidak akan berlangsung normal. Kemampuan drainase dan sungai beserta anak-anak sungainya, tidak akan mampu menampung aliran permukaan sehingga menimbulkan banjir.
Hal ini, ditambah dengan meningkatnya degradasi lingkungan di Belitung dan Belitung Timur. Berdasarkan hasil kajian BNPB, air hujan di wilayah Belitung biasanya mengalir sebagai aliran permukaan (run off) dan menggerus permukaan. Kandungan biji timah dan kaolin banyak ditemukan di daerah endapan batuan granit, sehingga daerah sekitar sungai banyak dimanfaatkan sebagai usaha pertambangan.
"Banyaknya usaha pertambangan ini yang tidak didukung dengan upaya perbaikan lingkungan, banyak menyebabkan terjadinya kerusakan ekosistem lingkungan. Air menjadi keruh karena partikel lumpur dan sukar untuk meresap ke tanah. Lalu sungai yang dangkal terdapat di Belitung sebagai akibat dari aktivitas pertambangan tersebut," kata Sutopo.
Adanya partikel lumpur hasil tambang yang terbawa aliran, menyebabkan drainase dan sungai-sungai menjadi dangkal. Kondisi ini tentu saja jika terus terjadi, semakin lama daya tampung sungai semakin lama semakin berkurang dan saat hujan lebat dapat terjadi banjir.
Sutopo mengungkapkan, perlu segera ada kebijakan strategis dari pemerintah setempat untuk melakukan restorasi kerusakan akibat tambang dan melakukan pengerukan di aliran-aliran sungai yang sudah dangkal.