Rabu 12 Jul 2017 23:49 WIB

Pemerintah Susun Rencana Aksi Penanganan Kurang Gizi Kronis

Rep: Rizky Jaramaya/ Red: Dwi Murdaningsih
Anak-anak yang mengalami stunting cenderung bertubuh kerdil
Foto: BBC
Anak-anak yang mengalami stunting cenderung bertubuh kerdil

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pemerintah sedang menyusun rencana aksi untuk menangani masalah stunting atau kurang gizi kronis. Menteri Kesehatan Nila Moeloek mengatakan, Kementerian Kesehatan telah melakukan pemantauan status gizi dalam tiga tahun terakhir yang menurun dari 37,2 persen menjadi 27,5 persen. Sedangkan berdasarkan angka UNICEF menunjukkan penurunan sampai 29 persen.

"Jadi memang ada penurunan. Kalau kita lihat nanti ke daerah-daerah kabupaten atau kota memang ada daerah yang sudah cukup baik, tetapi masih ada disparitas yang terjadi di daerah-daerah tertentu," ujar Nila, Rabu (12/7).

Menurut Nila, penanganan kurang gizi tidak bisa hanya dengan memberikan makanan saja namun juga harus dilakukan pembenahan dari sisi eksternalnya seperti sanitasi air bersih. Kemudian, perlu ada penanganan bagi ibu-ibu hamil yang mengidap anemia atau kekurangan darah. Karena hal ini dapat berpengaruh terhadap kelahiran bayi dengan berat badan rendah. Menurut Nila, kasus kurang gizi paling banyak terjadi di wilayah Indonesia timur.

Dalam rapat pleno yang digelar dengan berbagai kementrian ini dibahas mengenai kerangka utama penanganan stunting yaitu intervensi gizi spesifik dan intervensi gizi intensif. Intervensi gizi spesifik ditujukan kepada anak dalam seribu hari pertama kehidupan yang umumnya dilakukan oleh sektor kesehatan. Intervensi spesifik ini bersifat jangka pendek dan diperkirakan berkontribusi 30 persen terhadap kesuksesan penanganan masalah stunting.

Stunting dapat menghambat pertumbuhan ekonomi dan produktivitas pasar kerja, dengan potensi kehilangan 11 persen GDP, serta mengurangi pendapatan pekerja dewasa hingga 20 persen. Selain itu, masalah stunting juga memperburuk kesenjangan karena mengurangi 10 persen dari roral pendapatan seumur hidup serta mewariskan kemiskinan antar generasi.

"Setelah anak lahir, pada periode dua tahun itu penting sekali untuk mengembangkan volume otak dan saraf-saraf didalamnya, itu perlu stimulasi dari gizi dan pendidikan keluarga," kata Nila.

Sementara itu, Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan Puan Maharani mengatakan, wilayah Indonesia timur membutuhkan perhatian khusus terhadap masalah stunting ini. Menurutnya, hal yang paling penting untuk mengatasi stunting yakni melakukan keseimbangan gizi disetiap wilayah melalui gerakan empat sehat lima sempurna untuk ibu dan anak. Puan mengatakan, pola empat sehat lima sempurna tidak bisa dipukul rata karena setiap daerah memiliki karakteristik yang berbeda.

"Jadi pola empat sehat lima sempurna ini akan kita sesuaikan di setiap daerah," ujar Puan.

Seperti diketahui sekitar 37 persen atau kurang lebih 9 juta anak di Indonesia mengalami masalah stunting. Di seluruh dunia, stunting juga merupakan masalah utama dimana diperkirakan lebih dari 178 juta anak dibawah 5 tahun mengalami masalah stunting. Indonesia berada pada kelompok negara-negara dengan kondisi stunting terburuk dengan kasus stunting pada balita dan anemia pada perempuan dewasa bersama 47 negara lainnya yakni Angola, Burkina Faso, Ghana, Haiti, Malawi, dan Nepal.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement