REPUBLIKA.CO.ID, BANDUNG -- Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) Bandung mengungkapkan puncak musim kemarau di wilayah Jawa Barat terjadi pada Juli-Agustus. Dimana, kondisi udara relatif lebih dingin dibandingkan musim hujan. Meski begitu, potensi hujan dengan intensitas ringan hingga sedang masih bisa terjadi.
Kepala BMKG Stasiun Geofisika Klas 1 Bandung, Tony Agus Wijaya mengatakan suhu permukaan laut di Jawa Barat yang relatif hangat membuat saat musim kemarau bisa saja terjadi hujan meski dengan kondisi yang normal serta intensitas yang berkurang.
Menurutnya, berdasarkan analisis curah hujan pada Mei kemarin, bagian utara dan tengah Jawa Barat curah hujannya di bawah 150 milimeter/bulan, bahkan beberapa wilayah sudah ada yang berkisar 0-20 milimeter/bulan.
"Dalam sebulan curah hujan kurang dari 150 milimeter itu berarti kriteria awal musim kemarau. Apabila sebaliknya, itu pertanda awal musim hujan," ungkapnya, Rabu (12/7).
Dirinya mengatakan secara umum curah hujan di wilayah Jabar sudah relatif berkurang dimana dalam kategori pendek hingga menengah. Kecuali daerah Sadawangi dan Sukahaji di Majalengka yang masuk dalam kategori panjang.
"30 hari berturut-turut di daerah Majalengka tidak turun hujan, tetapi belum tentu daerah tersebut kekeringan. Banyak faktor yang menyebabkan kekeringan," ungkapnya.
Katanya jika kondisi irigasi dan air tanah baik maka tidak terjadi kekeringan. Ia menambahkan, saat ini masih terjadi hujan di wilayah Bogor, sebagian Purwakarta di wilayah utara, Tasikmalaya dan Ciamis.