Rabu 12 Jul 2017 17:49 WIB

Sebanyak 32 Industri Kecil Menengah Garam di Jabar Bangkrut

Rep: Arie Lukihardianti/ Red: Andri Saubani
Petani garam di Cirebon
Foto: Aditya Pradana Putra/DOKREP
Petani garam di Cirebon

REPUBLIKA.CO.ID, BANDUNG -- Stok garam di Jawa Barat (Jabar), semakin menipis. Penyebabnya, puluhan petani garam di Jabar gagal panen. Menurut Ketua Asosiasi Petani Garam Seluruh Indonesia (APGASI) Jabar, M Taufikkrahim, sekitar 32 industri kecil menengah (IKM) di bidang pengolahan dan produksi garam harus gulung tikar akibat gagal panen sepanjang 2017.

"Banyak IKM yang tutup yang di Cirebon dan Indramayu. Cirebon 25 IKM, Indramayu 7 IKM tutup sejak bulan Maret 2017. Ini akibat cuaca buruk sepanjang 2016," ujar Ketua APGASI Jabar saat dihubungi, Rabu (12/7).

Menurut Taufik, IKM yang tutup itu di antaranya di wilayah Bendungan, Rawa urip, dan Cigebang. Kondisi ini, membuat sekitar 620 pekerja di sektor pengolahan dan produksi garam terpaksa menganggur. Padahal, satu IKM rata-rata mempekerjakan sekitar 20 hingga 30 pekerja. "Sekarang semua pekerja garam menganggur tanpa ada penghasilan. Negara ini dalam keadaan kritis garam. Karena, garam itu belum ada penggantinya beda dengan kebutuhan pokok yang lain," katanya.

Selain menyebabkan buruh menganggur, menurut Taufik, akibat gagal panen garam, diperkirakan 2 ton ikan di Cirebon dan Indramayu membusuk karena kekurangan garam sebagai bahan dasar untuk pengawetan. Untuk pengawetan ikan, sebenarnya bisa menggunakan formalin karena kalau garam tak ada. "Pengawetan pakai formalin ini untuk ikan mungkin tahan busuk, tapi untuk dikonsumsi masyarakat dampaknya berbahaya," katanya.

Menurut Sekjen Asosiasi Industri Pengguna Garam Indonesia (AIPGI), Cucu Sutara, pihaknya meminta pemerintah segera membuka keran impor garam. Hal ini demi menyelamatkan industri yang menggunakan garam sebagai bahan baku dasar.

Karena, kata dia, bahan baku garam digunakan untuk keperluan aneka pangan serta industri seperti pembuatan kaca, plastik, dan ban. Untuk memenuhi kebutuhan tersebut diperlukan 4,2 juta ton garam, sementara akumulasi dari seluruh petani hanya terkumpul 1,9 juta ton. "Hal ini diperparah dengan kondisi cuaca yang tidak stabil. Tahun 2016 kita gagal panen karena ada La Nina ekstrem," katanya.

Cucu menjelaskan, untuk kebutuhan CAP (Chlor Alkali Plant) dibutuhkan garam sekitar 2,5 ton garam, sementara untuk konsumsi rumah tangga dan industri lain membutuhkan 2,183 juta ton. Akibat sulitnya mendapatkan garam, ia mencatat sedikitnya 76 industri di Jawa Barat yang menggunakan garam pun terancam menutup usahanya. "Ini berbahaya kalau dibiarkan. Mau tidak mau, suka tidak suka Impor ini sebuah keharusan. Karena bahan baku kosong," katanya.

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement