Ahad 09 Jul 2017 21:23 WIB

Ratusan TKI Ilegal Bersembunyi di Hutan Sawit

Petugas imigrasi dan kepolisian mendata TKI ilegal yang dipulangkan pemerintah Malaysia setibanya di Terminal Pelabuhan Tunon Taka, Kabupaten Nunukan, Kalimantan Utara. (Ilustrasi)
Foto: Antara/M Rusman
Petugas imigrasi dan kepolisian mendata TKI ilegal yang dipulangkan pemerintah Malaysia setibanya di Terminal Pelabuhan Tunon Taka, Kabupaten Nunukan, Kalimantan Utara. (Ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, KUALA LUMPUR -- Ratusan tenaga kerja Indonesia (TKI) ilegal yang ada di Kuala Lumpur dan Negara Bagian Selangor Malaysia bersembunyi di hutan-hutan sawit dan rumah-rumah sewa untuk menghindari razia besar-besaran Imigrasi Malaysia terhadap pekerja ilegal.

Pemantauan di salah satu kongsi (rumah bedeng) TKI di Kuala Lumpur, Ahad 9/7), mereka berbondong-bondong masuk ke hutan sawit menjelang tengah malam dengan membawa perbekalan seperti bantal, air minum, selimut, dan sejumlah makanan seperlunya.

Mereka yang berangkat ke hutan sawit yang dipenuhi nyamuk dan sejumlah binatang serangga tersebut tidak hanya laki-laki, namun juga ibu-ibu. Mereka ada yang menetap, namun ada pula yang balik ke kongsi pada besok harinya.

Di hutan sawit tersebut, mereka mendirikan puluhan rumah panggung sederhana terbuat dari plastik yang ditempati beberapa orang. Beberapa di antaranya diberi kelambu untuk menghindari gigitan nyamuk dan binatang lainnya.

"Saya sudah sepuluh hari tinggal di hutan ini semenjak operasi E-Kad (kartu pekerja ilegal sementara) pada Juli itu saya tinggal di tempat ini tidak balik-balik ke kongsi. Makan nggak ada. Ya seperti ini keadaannya," ujar Abdul Rohim dari Kecamatan Tanggul, Kabupaten Jember, Jawa Timur.

Dia mengatakan kondisinya susah sudah sepekan tidak bekerja dan tidak makan, sedangkan ingin membuat permit (izin kerja) mahal. Abdul Rohim mengharapkan kepada Pemerintah Indonesia agar meminta Imigrasi Malaysia untuk memperpanjang pengurusan E-Kad (Enforcement Card) yang pendaftarannya sudah ditutup oleh Imigrasi Malaysia pada Jumat (30/6) yang lalu.

Di tempat yang sama, TKI ilegal asal Kecamatan Maron, Kabupaten Probolinggi, Provinsi Jawa Timur, Sholehan, mengatakan dia sudah membayar agen untuk mengurus E-Kad, namun hingga penutupan program tersebut kartunya belum diberikan.

"Saya sudah membayar 800 RM (Ringgit Malaysia). Saya sudah urus lama tetapi tetap tidak dikeluarkan dan tidak ada kabar. Teman saya banyak yang seperti itu. Tidak hanya saya," kata Sholehan.

Sholehan mengatakan pekerja yang tidak mempunyai izin kerja (permit) sekarang sudah ditolak bekerja oleh majikan sehingga sudah dua pekan ini dia menganggur. Dia dulu bekerja menanam pohon di halaman rumah kemudian pindah ke proyek konstruksi.

"Saya sebenarnya tidak mau 'kosong' karena kalau tidak punya izin kerja susah. Waktu 'program 6 P' Imigrasi Malaysia dulu, satu pun tidak ada kartu yang keluar. Ada yang masuk 2.500 RM, ada yang bayar 3.500 RM, ada juga yang 5.000 RM," kata dia memaparkan.

Program 6 P adalah program pemerintah Malaysia 2011, di mana program ini mencakup enam langkah pemerintah meliputi pendaftaran pendatang asing tanpa izin (PATI), pemutihan PATI, pengampunan PATI, pemantauan PATI, penguatkuasaan PATI dan pengusiran PATI.

Sekretaris KNPI Malaysia Tengku Adnan yang berulang kali mengunjungi kongsi mengatakan pada umumnya TKI ilegal penghuni kongsi yang ada di Kuala Lumpur dan Negara Bagian Selangor dalam kondisi waspada dan siaga. "Harapan kami pemerintah bisa membuat penyelidikan secara menyeluruh permasalahan TKI di Malaysia dan memberikan solusi yang komprehensif sehingga situasi seperti ini bisa diselesaikan dengan baik," ujar dia.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement