REPUBLIKA.CO.ID, YOGYAKARTA -- Badan Legislatif (Baleg) mengubah Rancangan Undang-Undang (RUU) Penyiaran yang telah dibuat oleh Komisi I Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR RI). Koalisi Pecinta Penyiaran Sehat Indonesia menilai, itu tak sesuai semangat demokrasi dalam bidang penyiaran.
Perwakilan Pemantau Regulasi dan Regulator Media (PR2Media), Puji Rianto mengatakan, ada lima alasan yang membuat draf revisi UU penyiaran pengganti UU Penyiaran nomor 32 tahun 2002 tak sesuai dengan semangat demokrasi. "RUU ini melemahkan fungsi Komisi Penyiaran Indonesia (KPI)," ujarnya saat menggelar konferensi pers di Yogyakarta, Ahad (9/7).
Selain itu, lanjut dia, keberadaan draft RUU penyiaran tersebut memperlemah KPI sebagai regulator independen dengan melahirkan Organisasi Lembaga Penyiaran (OLP). Dari sini, ia juga menilai revisi ini tidak sejalan dengan prinsip diversity of ownership serta diversity of content.
"Terjadi penjungkirbalikan posisi lembaga penyiaran yang seharusnya diatur oleh regulasi penyiaran menjadi regulator penyiaran," kata dia.
Poin lain yang tidak sejalan dengan semangat demokrasi adalah dengan adanya proses digitalisasi penyiaran. Ia menilai, hal ini terlalu berpihak kepada pemodal besar.
Ia juga kecewa atas adanya pengilangan larangan iklan rokok. Untuk memperjuangkan hal ini, koalisi ini pun berencana untuk untuk mengirim potitioning paper kepada DPR RI dalam waktu dekat ini.