REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Setiap pasangan laki-laki dan perempuan yang hidup dalam sebuah rumah tangga tentu harus punya kejelasan status. Namun, faktanya banyak kelompok sosial masyarakat di Indonesia yang masih sulit mengakses pernikahan sah. Khususnya, bagi kelompok gelandangan dan pengemis.
Direktur Rehabilitasi Sosial Anak Kementerian Sosial Nahar, mengatakan, banyak gelandangan dan pengemis yang tidak memiliki akta pernikahan meski sudah puluhan tahun hidup dalam satu rumah. Menurut Nahar, kebanyakan gelandangan dan pengemis berhadapan dengan tiga persoalan sulit.
"Pertama, adalah kalau nikah biayanya mahal. Kedua, biasanya malas ngurus karena biasanya harus ada KTP dan sebagainya. Bapak ibu kelompok ini kadang tidak punya identitas," kata Nahar, kepada Republika, Jumat (7/7).
Yang ketiga, lanjut Nahar, keturunan yang dilahirkan dalam perkawinan yang tidak sah juga tidak terlindungi. Nahar menjelaskan, mereka tidak bisa mendapatkan akta kelahiran, kartu identitas, maupun akses jaminan perlindungan sosial. Karena itu, Nahar menegaskan, legalisasi pernikahan merupakan bagian dari upaya perlindungan anak.
Hal serupa juga terjadi pada pasangan Joni-Isa, yang sempat viral lantaran puluhan tahun hidup di gang sempit Kelurahan Pekojan Tambora, Jakarta Barat. Kedua sejoli yang sudah memiliki tiga orang anak ini belum mempunyai akta nikah. Joni-Isa akhirnya dinikahkan secara resmi pada Jumat (7/7) di Kantor Kelurahan Pekojan.
Nahar mengungkapkan kelompok warga negara kategori gelandangan dan pengemis ada 43.271 di seluruh Indonesia. Sebanyak 10.772 atau 25 persen di antaranya berada di Jakarta. Ada 1.881 orang yang sudah ditangani pemerintah. Sebagian dibantu mendapatkan legalitas perkawinan lewat program nikah massal.
"Selebihnya, mobilitasnya tinggi. Keberadaan Dinas Sosial dan kelurahan untuk membantu menyisir sehingga mudah-mudahan semua orang dengan masalah status sosial seperti ini bisa kita tangani," kata Nahar.
Lurah Pekojan Tri Prasetyo Utomo mengatakan, Joni-Isa sudah 30 tahun lebih tinggal di gang sempit RT 4 RW 10 Kelurahan Pekojan, Tambora. Meski sudah pernah dipindahkan ke kontrakan yang lebih baik, Joni-Isa tidak betah dan kembali lagi. Kementerian Sosial bersama Lurah Pekojan sedang menyiapkan tempat tinggal yang layak untuk keluarga Joni Isa.
Lurah Pekojan menargetkan hunian untuk keluarga ini sudah bisa digunakan pada Agustus 2017. Menurut Tri, lahan sudah disiapkan dan sedang dalam proses penghitungan biaya pembangunan. Jika anggaran mencukupi, Tri mengatakan, Joni Isa akan dibuatkan rumah permanen dengan ukuran sekitar 5 meter x 6 meter.
"Kami upayakan secepat mungkin. Lokasi lahan sudah kita siapkan. Ini bagian dari fasos fasum, asetnya tanah pemda, di areal bank sampah. Karena Joni nanti juga akan kami karyakan sebagai karyawan bank sampah sekaligus mendapatkan rumah untuk tempat tinggal dia," kata Tri.
Tri menambahkan, kasus Joni Isa merupakan kasus warga gelandangan pengemis keempat yang ditangani di wilayahnya. Untuk mengatasi "Joni-Isa" yang lain, menurutnya, pihak kelurahan akan bekerja sama dengan relawan sosial dari Kemensos, kader PKK, kader sanitasi, serta pengurus RT/RW untuk menyisir wilayah.