REPUBLIKA.CO.ID, YOGYAKARTA -- Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) Yogyakarta menyebutkan fenomena munculnya suhu dingin yang mulai dirasakan di Yogyakarta pada malam hari belakangan ini merupakan pengaruh bawaan dari suhu dingin di Australia. "Selain disebabkan musim kemarau, juga pengaruh angin yang berasal dari Benua Australia," kata Kepala Kelompok Operasional Stasiun Klimatologi BMKG Yogyakarta Joko Budiono di Yogyakarta, Jumat (7/7).
Berdasarkan data BMKG Yogyakarta, pada malam hari suhu udara di Yogyakarta mencapai terendah 21 derajat Celsius atau menurun dari suhu udara normal biasanya di kisaran 23 hingga 24 derajat Celsius. Sedangkan pada siang hari suhu udara di Yogyakarta mencapai 30 sampai 32 derajat Celsius. "Selama musim kemarau ini suhu udara di Yogyakarta pada malam dan pagi hari memang dingin," katanya.
Joko mengatakan bahwa pola angin di Yogyakarta selama musim kemarau ini berasal dari Monsoon Australia yang sifatnya dingin dan kering. Selain itu, di Australia saat ini memang sedang memasuki musim dingin. "Jadi, saat ini angin yang berasal dari benua itu memang mempunyai sifat dingin," katanya lagi.
Suhu udara diperkirakan akan makin menurun pada malam hari saat puncak musim kemarau atau memasuki masa pancaroba. Joko memperkirakan puncak musim kemarau di Daerah Istimewa Yogyakarta terjadi antara Juli dan Agustus 2017.
Menurut dia, selama musim kemarau curah hujan di Kabupaten Bantul, Kulon Progo, Gunung Kidul, Sleman, dan Kota Yogyakarta masuk kategori rendah dengan rata-rata mencapai 50 milimeter per bulan. Sedangkan saat puncaknya nanti curah hujan bisa mencapai 20 milimeter per bulan.