Kamis 06 Jul 2017 16:39 WIB

Aktivitas Siswa SMA 1 Yogyakarta Terhindar dari Radikalisme

Rep: Neni Ridarineni/ Red: Ilham Tirta
Kegiatan siswa (ilustrasi).
Foto: Yasin Habibi/Republika
Kegiatan siswa (ilustrasi).

REPUBLIKA.CO.ID, YOGYAKARTA -- Kepala Sekolah SMAN 1 Yogyakarta, Rudy Prakanto mengatakan, sejak dulu aktivitas rohis (Rohani Islam) dikontrol oleh guru agama yang menjadi pembimbing rohis. Bahkan, ada silabus yang digunakan oleh yang mengisi kegiatan rohis dan biasanya para Alumni SMAN 1 juga.

''Dalam silabus tersebut pematerinya harus mengisi apa yang akan disampaikan. Sehingga materi yang ditakutkan kearah radikal dan lain-lain Inshaa Allah tidak terjadi,'' kata Rudy di ruang kerjanya, Kamis (6/7).

Biasanya, isu terkait hal itu muncul di PPDB di SMAN 1, misalnya isu adanya pemisahan antara putra dan putri dan ada pembatas kain di kelas dan lain-lain yang arahnya menjadikan siswa yang hebat-hebat takut mendaftar ke SMAN 1 Yogyakarta. Padahal isu seperti itu sama sekali tidak ada.

Mungkin hal itu terjadi ketika ada aktivitas kegiatan (TUC) tes uji coba. Pada waktu siswa Osis SMAN 1 mengetes anak SMP untuk kesiapan ujian nasional. Supaya tidak menumpuk, ada proses untuk jalurnya dipisah antara putra dan putri, supaya tidak saling bertabrakan.

"Padahal di keseharian di SMAN 1 Yogyakarta mekanismenya tidak ada seperti itu," kata Rudy.

Lebih lanjut dia menegaskan, pengawasan dan pencermatan pemberian materi untuk kerohanian Islam selalu dipantau khusus oleh guru agama. ''Apabila ada mentoring (pemberi materi dari alumni) mereka selalu dikumpulkan. Apa yang diberikan oleh alumni yang akan memberi materi menjadi bagian yang dikontrol oleh sekolah,'' katanya.

Mentoring alumni SMAN 1 selalu didampingi oleh guru yang ikut hadir, misalnya kakak kelas satu orang melakukan mentoring kepada adik kelas sebanyak 5-6 orang. Yang dibicarakan dalam mentoring bukan materi kegamanan, melainkan bagaimana adik-adik kelas bisa kuliah dengan baik dan bisa menembus Perguruan Tinggi yang diinginkan. Rudy menambahkan, demikian pula dalam kegiatan rohis ada materi yang diberikan guru agama, atau pada waktu khotbah Jumat materinya ditata oleh kerohanian Islam.

Di bagian lain Rudy mengungkapkan guru agama Islam di SMAN 1 yangmerupakan guru PNS hanya dua orang. Kalau hanya dua orang memang kurang. Namun sudah ditambah dengan tiga guru tidak tetap (GTT), yakni masing-masing untuk mata pelajaran bahasa Arab, tafsir dan tahsin.

GTT tersebut dari seleksi secara rekrutmen yang memungkinkan kualifikasi standar pendidik S1 sesuai jurusan. Mereka diberi honorarium standar sesuai kesepakatan komite iuran masyarakat dari siswa. ''Sebetulnya secara besaran honor mereka terlalu sedikit karena haya Rp 30 ribu per jam per minggu. Misalnya guru mengajar 20 jam maka honornya dalam sebulan Rp 600 ribu. Namun honor itu standar dari Kota Yogyakarta untuk semua guru GTT. Di DIY untuk GTT yang mendapat SK di tahun 2015 ke bawah mendapat insentif Rp 750 per bulan,'' jelas Rudy.

Sementara itu, Kepala Sekolah SMPN 5 Yogyakarta Suharno mengatakan, kegiatan rohis terkoordinasi dengan baik dan terawasi oleh guru agama Islam maupun pembimbing kesiswaan. "Jadi tidak memungkinkan faham yang menyimpang masuk,'' katanya.

Menurut Suharno, guru agama di SMPN 5 Yogyakarta cukup, guru agama Islam ada tiga orang, guru agama Katolik satu orang, guru agama Kristen satu orang dan guru agama Hindu satu orang. 

Advertisement
Berita Terkait
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement

Rekomendasi

Advertisement