Kamis 06 Jul 2017 13:57 WIB

Mendikbud: 8 Jam Memaksa Anak di Kelas itu Penindasan

Rep: Umi Nur Fadhilah/ Red: Indira Rezkisari
Seorang siswa SD berlari di jembatan saat akan ke sekolah untuk mengikuti Ujian Nasional (UN) di Desa Klambir V, Deli Serdang, Sumatera Utara, Senin (15/5). Ujian Nasional tingkat SD dilaksanakan secara serentak pada 15 - 17 Mei 2017.
Foto: Irsan Mulyadi/Antara
Seorang siswa SD berlari di jembatan saat akan ke sekolah untuk mengikuti Ujian Nasional (UN) di Desa Klambir V, Deli Serdang, Sumatera Utara, Senin (15/5). Ujian Nasional tingkat SD dilaksanakan secara serentak pada 15 - 17 Mei 2017.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Menteri Pendidikan dan kebudayaan (mendikbud) Muhadjir Effendy menegaskan kebijakan lima hari sekolah (LHS) berbeda dengan konsep full day school. “Delapan jam di kelas nggak mungkin, guru saja nggak kuat. Delapan jam memaksa anak belajar, penindasan itu. Setan saja tak kuat,” kata dia dalam acara Lokakarya Penguatan Pendidikan Karakter di Labschool, Rawamangun, Jakarta, Kamis (6/7).

Mantan rektor Universitas Muhammadiyah Malang (UMM) itu menegaskan kebijakan lima hari sekolah (LHS) atau delapan jam sehari berbeda dengan belajar delapan jam di dalam kelas. Ia berujar, LHS merupakan terjemahan dari Nawacita. LHS mengamanahkan porsi 70 persen penanaman karakter untuk siswa pada jenjang pendidikan SD dan 60 persen untuk jenjang SMP.

Mendikbud meminta masyarakat tidak membandingkan pendidikan di Indonesia dengan Finlandia yang hanya di sekolah selama empat jam. Sebab, ia mengatakan, anak-anak Finlandia juga masih belajar di luar sekolah.

“Orang yang mengerti pelajaran pasti paham dengan itu,” ujar dia.

Sehingga, ia mengaku tidak heran dengan Pemerintah Jepang yang memiliki kebijakan 10 jam di sekolah. Ia meyakini, semakin lama anak di sekolah, maka akan semakin baik.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement