REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pengamat Militer dari Institute for Defense Security and Peace Studies (IDSPS) Mufti Makarim belum melihat urgensi pengiriman pasukan militer Indonesia untuk melawan kelompok teror di Marawi, Filipina Selatan. Menurut Mufti, urgensi sesungguhnya tentu bagaimana TNI menjadi bagian yang turut waspada atas efek persoalan di Marawi agar tidak sampai ke Indonesia.
"Bukan dituntut bagaimana gagah-gagahan tapi bagaimana kita menjadi bagian yang waspada penuh atas efek persoalan Marawi agar tidak sampai ke kita," kata Mufti kepada Republika, Selasa (4/7).
Mufti menyarankan pemerintah harus mempertimbangkan matang-matang kalau ingin membantu pemerintah Filipina menanggulangi kelompok teror Maute. Dia menyebut sebenarnya permintaan bantuan dikembalikan lagi ke Pemerintah Filipina.
Jika Filipina mengganggap penting karena ada persoalaan kemampuan maka mereka pasti membuat pernyataan resmi. Sejauh ini, menurut dia, belum ada permintaan resmi.
Mufti mengatakan, pertemuan multirateral di Manado, Sulawesi Utara, memang membahas isu Marawi. Tetapi, pertemuan itu bukan bicara secara teknis intervensi internal atau bantuan militer melainkan lebih kepada menciptakan strategi agar Indonesia dapat mengantisipasi efek Marawi.
"Agar tidak sampai ke Indonesia. Itu yang saya dengar. Jadi, belum ada pernyataan official," kata dia.
Menteri Pertahanan RI Ryamizard Ryacudu menyatakan opsi operasi militer menjadi salah satu poin yang dibicarakan dalam pertemuan trilateral antara Menteri Pertahanan Indonesia, Malaysia dan Filipina di Tarakan, Kalimantan Utara, pada 19 Juni 2017 lalu. "Namun rencana operasi militer itu masih menunggu pembentukan payung hukum yang tepat," kata dia.