REPUBLIKA.CO.ID, TASIKMALAYA -- Warga Desa Koleberes, Kecamatan Sukaraja, Kabupaten Tasikmalaya dikagetkan dengan suara meriam di malam hari layaknya sebuah perang. Namun suara itu bukan berasal dari meriam sungguhan, melainkan dari lodong.
Suara dentuman lodong menggema dan saling bersahutan. Dentuman lodong pun tak hanya berasal dari Desa Koleberes. Sebab dua kampung lainnya yaitu Kampung Tonjong dan Kampung Campaka tak mau ketinggalan memainkan lodong. Siapa sangka, ternyata permainan lodong ini sudah menjadi tradisi setiap kali lebaran tiba.
Seolah suara menggelegar itu jadi penanda suasana hari raya. Kalau biasanya Lodong terbuat dari bambu yang dibolongi bagian bawahnya lalu diisi air dan karbit. Namun lodong di Desa Koleberes berbeda karena terbuat dari pohon Aren. Ukurannya pun bisa dikatakan raksasa karena memiliki panjang delapan meter dengan diameter berukuran 40 sentimeter.
"Lodong disini sudah menjadi tradisi turun temurun. Lodong ini permainan tradisional yang ditunggu-tunggu masyarakat ketika lebaran tiba, jadi wajib dimainkan," kata Deri Sandri, tokoh pemuda setempat sekaligus Ketua Pelaksana Festival Lodong, Rabu (28/6) malam.
Persiapan festival turun-temurun ini pun tak tanggung-tanggung. Panitia yang tergabung di Karang Taruna Antares sudah mempersiapkan lodong raksasa sejak 10 bulan lalu. Bahkan pembuatannya memakan dana mencapai Rp 30 Juta.
"Kurang lebih menghabiskan sekitar 200 kilogram karbit per harinya. Dinyalakan di hari Lebaran pertama dan kedua," ujarnya.
Ke depannya, ia berharap permainan tradisional lodong mampu tetap lestari. Apalagi lodong di desanya sudah menjadi daya tarik bagi masyarakat desa setempat.
"Bahkan tak jarang pengunjung datang dari luar Kecamatan Sukaraja untuk sekedar menyaksikan festival lodong, jadi harus dilestarikan," harapnya.