REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Wakil Ketua DPR, Fadli Zon tetap optimistis Rancangan Undang-Undang (RUU) Pemilu akan selesai dalam waktu dekat. RUU Pemilu yang pembahasannya cukup alot tersebut, saat ini sudah berjalan pada titik titik akhir. "Ini rapat pansus terakhir, tapi pengambilan keputusan di tingkat duanya nanti rencananya pada 20 Juli di Paripurna. Jadi saya kira masih on schedule, masih ada waktu hingga keputusan terakhir," kata Fadli Zon di komplek Parlemen Senayan, Senin (19/6) malam.
Tentu hingga batas akhir pembahasan masih ada sejumlah isu yang krusial yang menjadi perdebatan. Dan hingga saat ini tinggal lima isu krusial yang masih berjalan alot. "Mudah-mudahan bisa kita lihat sejauh mana apakah nanti pengambilan keputusannya per item atau per paket. Tapi pada intinya kita berharap nanti ada satu keputusan," ujarnya.
Akhir dari perdebatan RUU Pemilu di parlemen ini, tetap akan sampai pada satu keputusan akhir. Yakni melalui musyawarah mufakat ataupun pengambilan suara terbanyak atau voting. "Saya yakin akan bisa ketemu dengan pilihan yang ada. Kalau pansus memutuskan ada beberapa item yang dipending, keputusan itu di Paripurna nanti akan kita ambil keputusan di paripurna," tegas Fadli.
Terkait masih kerasnya keinginan pemerintah dengan besaran ambang batas presiden sial (presidential threshold) 20 persen, anggota DPR dari Gerindra ini mempertanyakan substansinya. Ia mempertanyakan kenapa pemerintah begitu ngotot mau memberlakukan kembali presidential threshold yang sudah 'basi'. "Kan sudah pernah dipakai," terangnya. Jadi seharusnya dengan adanya keputusan Mahkamah Konstitusi (MK) untuk penyelenggaraan pemilu legislatif (pileg) dan presiden (pilpres) serentak, tidak ada lagi yang namanya presidential threshold. Karena sudah pernah dipakai, atau bisa dipakai untuk yang akan datang.
Menurut Fadli, dengan putusan MK yang memerintahkan pileg dan pilpres pada 2019 secara serentak, dengan sendirinya ambang batas capres tidak bisa diterapkan. Presidential threshold, kata Fadli, tidak ada urusan pada penyederhanaan. Kalau penyederhanaan partai itu adanya di parliamentary threshold.
Fadli menegaskan, hak untuk dipilih dan memilih adalah hak yang dijamin oleh konstitusi. Termasuk orang harus dipermudah untuk dipilih termasuk untuk jadi presiden. "Kalau ada 10 calon presiden tidak ada masalah, toh nanti ujungnya juga tetap dua," jelasnya.
Begitu pula kalau ada alasan dukungan partai. Faktanya dinamika berbeda pernah terjadi antara pendukung dengan koalisi yang terbentuk. Ia menyontoh di Pilkada DKI 2012 saat Jokowi-Ahok, secara dukungan partai minoritas. "Jadi kalau partai kecil mau mengusung capres, menurut saya bagus saja, karena semakin banyak calon semakin banyak pilihan yang bagus bagi rakyat," katanya.