Senin 19 Jun 2017 16:54 WIB

BPOM: Mi Korsel dengan Babi Harusnya Dijual Terpisah

Kepala Badan Pengawan Obat dan Makanan (BPOM) Penny Kusumastuti Lukito (kanan) bersama Deputi Bidang Pengawasan Keamanan Pangan dan Bahan Berbahaya Suratmono (kiri) menunjukan mi yang mengandung minyak babi saat menggelar konferensi pers di Pelabuhan Tanjung Priok, Jakarta Utara, Senin (19/6).
Foto: Republika/Raisan Al Farisi
Kepala Badan Pengawan Obat dan Makanan (BPOM) Penny Kusumastuti Lukito (kanan) bersama Deputi Bidang Pengawasan Keamanan Pangan dan Bahan Berbahaya Suratmono (kiri) menunjukan mi yang mengandung minyak babi saat menggelar konferensi pers di Pelabuhan Tanjung Priok, Jakarta Utara, Senin (19/6).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) Penny Lukito mengatakan mi Korea Selatan mengandung babi yang baru saja dicabut izin edarnya seharusnya memiliki label khusus dan penempatan produk di etalase berada di tempat khusus.

"Ada pedoman BPOM mengenai produk yang kami awasi. Kalau dalam aturan pangan itu ada cara ritel yang baik, ada ketentuan, penempatan harus terpisah," kata Penny di Jakarta, Senin (19/6).

Menurut dia, perusahaan ritel harus menempatkan produk mengandung babi secara terpisah dengan produk lain dan memiliki tanda khusus. Dengan demikian, masyarakat dapat membedakan produk yang mengandung babi atau tidak. Sebab, terdapat sebagian masyarakat yang mengonsumsi produk mengandung babi dan ada yang tidak.

Dia mengatakan Samyang varian U-Dong, Samyang rasa Kimchi, Nongshim varian Shim Ramyun Black, dan Ottogi rasa Yeul Ramen seharusnya memiliki label khusus. Tapi pada praktiknya tidak terjadi karena importir produk saat melakukan registrasi ke BPOM tidak melaporkan mengenai kandungan DNA babi dalam produk tersebut.

"Saat mereka mendaftarkan sesuai ketentuan. Produk jika mengandung babi itu harus diterjemahkan ke Indonesia dalam kemasannya bahwa mengandung bahan babi dan harus ada dalam labelnya dengan disertakan gambar babi," kata Penny.

Hal ini merujuk pada Peraturan Kepala BPOM Nomor 12 Tahun 2016. BPOM mengetahui produk itu mengandung babi setelah melakukan pengecekan ke lapangan ternyata mi tersebut memiliki kandungan babi.

Penny menambahkan tindakan BPOM bukan dalam ranah menentukan suatu produk itu halal atau haram. Wewenang BPOM untuk memisahkan produk mengandung atau steril dari babi.

Penentuan haram tidaknya suatu produk adalah ranah dari Majelis Ulama Indonesia.

Penny juga menolak kalau BPOM disebut kecolongan terhadap kasus mi Korea mengandung babi itu. BPOM kecolongan kalau tidak melakukan apa-apa.

"Terdapat ketentuan yang dilanggar oleh importir mi Korea itu. Tindakan administrasi sudah kami lakukan. Kalau ada pelanggaran tinkat lanjut bisa hukum pidana dan atau proses lain," kata dia.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement