Sabtu 17 Jun 2017 05:30 WIB

Ramadhan Bulan Pendidikan Karakter

Husain Yatmono
Foto: dok. Pribadi
Husain Yatmono

REPUBLIKA.CO.ID, Oleh: Husain Yatmono *)

Ramadhan sudah memasuki sepuluh hari terakhir. Ramadhan merupakan bulan istimewa bagi kaum muslimin. Di bulan Ramadhan keimanan kaum muslimin meningkat, jika dibandingkan dengan hari-hari di luar bulan Ramadhan. Sayangnya fenomena ini terjadi hanya pada awal-awal bulan Ramadhan, sementara pada hari-hari akhir yang justru merupakan puncaknya, keimanan ini pelan tapi pasti berangsur menurun grafiknya.

   

Bulan Ramadhan merupakan bulan untuk menempa karakter, perilaku kaum muslimin. Mereka selama satu bulan dilatih baik jiwa maupun raga untuk tunduk dan patuh pada ketentuan Sang Pencipta, Allah SWT.  Dalam Alquran Surat Al Baqarah ayat 183, Allah SWT memerintahkan kepada orang-orang yang beriman untuk berpuasa di bulan Ramadhan, puasa ini diwajibkan sebagaimana orang-orang sebelum mereka, dengan tujuan agar bertakwa, taat dan patuh pada perintah Allah..

   

Allah SWT sebagai pencipta manusia, telah memberikan sejumlah potensi  kepada mahkluk ciptaannya yang bernama manusia. Potensi manusia itu disebut dengan Al hajatul udhuwiyah (kebutuhan pokok) dan al ghorois (naluri atau nafsu). Dimanapun mereka berada, apapun latar belakang ras dan suku mereka asal dia bernama manusia, potensi dasar (sunatullah) tersebut sudah melekat padanya.

   

Dalam penampakkannya, Al hajatul udhuwiyah (kebutuhan pokok) itu meliputi makan, minum, buang hajat serta aktivitas lainnya yang muncul dari proses biologis dalam tubuh manusia. Kebutuhan pokok ini bersifat pasti, jika tidak terpenuhi bisa menimbulkan sakit bahkan kematian. Dengan terpenuhinya kebutuhan pokok ini, manusia dapat tumbuh dan berkembang dengan baik sebagai mahkluk hidup.

   

Sementara al ghorois (naluri atau nafsu), Allah SWT memberikan sejumlah naluri pada mahkluk ciptaannya yang bernama manusia yaitu: ghorizatul tadayyun (naluri bertuhan/menyembah sesuatu), ghorizatul baqa’ (naluri berkuasa/memiliki), ghorizatul  nau’ (naluri kasih sayang).

   

Penampakkan dari al ghorois (nauri-naluri) ini sebagai berikut. Naluri bertuhan (ghorizatul tadayyun) diwujudkan dengan menyembah sesuatu yang dirasa memiliki kekuatan atau kelebihan yang mampu membantu dirinya saat bermasalah. Penyembahan terhadap sesuatu ini bisa jadi akan mendapati penyembahan yang tepat, bisa jadi terjadi pengkultusan sesuatu yang salah.

Mereka bisa menjadi orang yang beriman, beragama, bisa jadi atheis, bisa jadi animisme atau dinamisme. Semua itu tergantung pada kemampuan berpikirnya, apakah dikendalikan oleh wahyu atau hawa nafsunya. Jika dibimbing oleh wahyu maka akan didapati penyembahan yang tepat, namun jika dikendalikan nafsu dan perasaan mereka, maka akan didapati penyembahan yang salah.

   

Penampakkan ghorizatul baqa’ (naluri  berkuasa/memiliki), pada manusia terlihat dari sifat yang ingin berkuasa, menjadi pemimpin, marah jika diganggu, melakukan perlawanan saat ditindas, ingin memiliki kekayaan, dan sifat-sifat yang sejenis. 

   

Ghorizatul nau’ (naluri kasih sayang) pada diri manusia nampak dalam kehidupan keluarga, dimana ayah, ibu dan anak-anak terjalin rasa kasih sayang, saling perhatian, sedih jika ada yang sakit diantara mereka. Selain itu perwujudan dari naluri ini adanya rasa cinta terhadap  lawan jenis, laki-laki cinta terhadap wanita dan sebaliknya. Makanya lesbian, gay, biseksual dan transgender (LGBT) itu bertentang secara sunatullah, secara naluri salah menyaluran. 

   

Pemenuhan potensi manusia tersebut di atas, baik itu yang berkaitan dengan kebutuhan pokok maupun naluri-naluri, di dalam Islam diatur bagaimana ketentuan Allah SWT untuk memenuhinya. Jika pemenuhan potensi manusia tersebut sesuai dengan perintah Allah SWT, maka diberikan reward (pahala-surga), sebaliknya, jika melanggar maka diberikan punishment (azab-neraka).

Dalam bulan Ramadhan, Allah SWT menempa manusia untuk membiasakan pemenuhan potensi yang ada dalam dirinya, baik itu yang berupa kebutuhan pokok maupun naluri, agar sesuai dengan apa yang diperintahkan-Nya. Hanya orang-orang yang beriman saja, yang sanggup untuk melaksanakan perintah Allah SWT dan meninggalkan apa yang dilarang oleh Allah SWT. Tanpa kekuatan iman, tidak mungkin manusia mampu melaksanakan perintah Allah dan menjauhi apa yang dilarang Allah SWT.

Berapa banyak kita saksikan di sekitar kita, manusia yang kuat secara phisik atau sehat secara jasmani dan rohani, namun mereka tidak melaksanakan puasa di bulan Ramadhan. Sementara ada manusia yang tidak kuat secara phisik dan kekurangan, namun mereka sanggup melaksanakan puasa di bulan Ramadhan.

Dalam bulan Ramadhan,  pemenuhan kebutuhan pokok maupun naluri-naluri manusia itu dalam ibadah puasa diatur oleh Allah SWT. Makanan, minuman maupun berhubungan dengan istri yang semula halal/diperbolehkan dilakukan di siang hari, namun karena sedang puasa maka dilarang, hingga malam hari. Demikian pula dengan aktifitas lainnya, seperti bekerja, memperoleh harta, berkuasa semua diatur dengan kententuan Allah SWT, agar mereka meraihnya dengan cara yang tepat, sesuai dengan perintah Allah SWT.

Dengan pembiasaan-pembiasaan aktifitas di bulan Ramadhan ini, maka akan terbawa karakter tersebut di luar bulan Ramadhan. Sehingga semangat Ramadhan itu akan terus ada dalam kehidupan manusia sehari-hari. Mereka akan merasa diawasi oleh Allh SWT dimanapun, dan kapan pun sehingga selalu menjaga aktifitasnya.

Inilah proses pendidikan karakter yang dilakukan di dalam bulan Ramadhan. Jika manusia mampu menjaga komitmennya seperti saat berada di bulan Ramadhan, tetap patuh pada ketentuan Allah SWT, maka merekalah orang-orang yang beruntung (beriman).

*) Pemerhati pendidikan dan sosial, Penulis buku Karena Guru, Saya Bisa

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement