Senin 12 Jun 2017 05:00 WIB

Zakat untuk Pendidikan

Zakat untuk pendidikan (ilustrasi).
Foto: Republika/Agung Supriyanto
Zakat untuk pendidikan (ilustrasi).

REPUBLIKA.CO.ID, Oleh: Sri Nurhidayah *)

 

Jumlah penduduk Indonesia per Juni 2016 mencapai 257 juta jiwa. Jika mengacu hitungan akhir Biro Pusat Statistik bahwa orang miskin di Indonesia mencapai hampir 11 persen (10,86 persen), maka ada lebih dari 28 juta penduduk yang masuk kategori miskin. Di sisi lain, meski jumlah umat Islam hari ini mencapai 85 persen, namun Muslim yang masuk dalam kategori miskin secara prosentase  lebih dari 85 persen. 

 

Dari beberapa penyebab kemiskinan, faktor rendahnya tingkat pendidikan menjadi faktor utama. Ketiadaan ilmu, hilangnya kesempatan memperoleh pendidikan akan  melahirkan ketidakmampuan untuk mengoptimalkan apa yang dimilikinya, muaranya kemiskinan. Dalam sebuah hadits Rasulullah menjelaskan bahwa “Kemiskinan bukan karena seseorang tidak memiliki satu atau dua buah kurma, melainkan karena ketidakmampuan mengelola sumber daya”

 

Sebenarnya, kesadaran bahwa pendidikan penting, disadari oleh banyak lembaga Islam. Muhammadiyah, saat ini, memiliki lebih dari 8 ribu sekolah mulai dari TK sampai SMA. Beberapa lembaga amil zakat juga mulai memiliki program sekolah bebas biaya. Meski secara umum, sekolah-sekolah Islam memiliki pekerjaan rumah untuk meningkatkan mutu dan daya saingnya terutama jika dibandingkan dengan sekolah Kristen dan sekolah Katolik.

Sebagai informasi, saat ini, ada lebih dari 5.000 sekolah Kristen dan 60 prosen berada di wilayah Timur.

 

Bukan hendak membandingkan sekolah Islam dengan sekolah non Islam, namun ketika kita berbicara kemiskinan yang dialami mayoritas Muslim akibat rendahnya pendidikan, sebenarnya kita telah memiliki solusinya, melalui zakat.

Dalam buku Hukum Zakat, karya Dr Yusuf Qardhawi, dinyatakan secara tegas bahwa seandainya kaum muslimin melaksanakan kewajiban zakat sebagai rukun agama, tentu di kalangan umat tidak akan ditemukan lagi orang-orang yang hidupnya sengsara. Sedikit kutipan dari bab akhir buku tersebut di bawah sub bab Kewajiban Zakat Mampu Mengembalikan Kebesaran Islam. Tulisan mengenai kaum muslimin yang tidak lagi melaksanakan kewajiban zakat.

 

“.... Kini mereka menjadi tanggungan penganut agama lain, sehingga pendidikan anak-anaknya pun diserahkan ke sekolah-sekolah misi Kristen.... Bila mereka ditanya mengapa mereka tidak mendirikan sekolah itu.. Mereka berkata, ”Kami tidak mempunyai biaya untuk mendirikannya.”...

 

Memang tidak mudah berikhtiar dalam menjalankan program pendidikan. Dibutuhkan kesabaran dan ketelatenan. Pendidikan bukanlah program pendek dengan hasil cepat. Pendidikan adalah agenda panjang dengan

 

Saat membuat sekolah bebas biaya bagi anak-anak mustahik, maka dibutuhkan biaya besar untuk membangun infrastruktur awal dan biaya yang  lebih besar lagi untuk merawat para guru, pendidik anak-anak di sekolah.

Untuk sekolah-sekolah yang lahir dari inisiasi dari masyarakat, anggaran untuk hak para guru seringkali mengagetkan para pendirinya. Lebih dari separuh biaya rutin sekolah diperuntukkan untuk ini. Memuliakan para pendidik adalah budaya sangat dianjurkan dalam Islam.

 

Setiap proVinsi Indonesia sangat memungkinkan memiliki sekolah unggulan yang berbasiskan dana zakat. Sekolah-sekolah ini akan menjadi katup pengaman adik-adik mustahik sekaligus pusat pendidikan bagi masyarakat.

Sekolah berbasis dana zakat yang akan memiliki kebermanfaatan, bukan saja bagi para siswa tetapi juga guru dan masyarakat sekitarnya. Kebermanfaatan pertama adalah bagi para siswa, yakni mengoptimalisasi potensi dan karakter siswa.

Selama ini, potensi-potensi akademik ataupun potensi non akademik anak-anak dhuafa sering tidak ditemukenali. Penyebab utamanya adalah anak-anak dhuafa biasanya bersekolah di sekolah marginal.

Sekolah yang hidup dalam keadaan pas-pasan, kualitas guru yang memprihatinkan, jumlah siswa yang terlalu banyak, dan sarana prasarana yang sangat terbatas. Saat sekolah berhasil menemukenali potensi siswanya, maka optimalisasi potensi sangat mungkin dilakukan. Dan dengan pembinaan melalui pembiasaan serta teladan terbaik, karakter anak-anak akan terbentuk.

 

Kebermanfaatan berikutnya, sekolah akan menjadi kawah lahirnya  pendidik berjiwa pemimpin. Kebermanfaatan yang akan dirasakan  bagi para guru dan tenaga kependidikan. Desain pembinaan para guru akan membantu mereka tumbuh dan berkembang. Kurikulum pengembangan guru, dengan sekolah sebagai laboratorium terbaik akan melahirkan pemimpin-pemimpin yang siap membantu sekolah-sekolah lainnya.

Ada dua manfaat program ini. Yang pertama bagi para talenta-talenta muda yang bergelut dengan dunia pendidikan, kesempatan mengembangkan diri dan menjadikan pendidik sebagai pilihan hidup akan menjadi motivasi penting untuk tetap bergelut di dunia pendidikan. Sementara bagi sekolah, para guru yang lulus dan menjadi pionir-pionir baru di sekolah lain, akan membantu mengefisiensikan serta mengefektivitaskan anggaran. Tidak akan pernah terjadi gabut, guru yang makan gaji buta karena tidak mengalami perkembangan dari waktu ke waktu. Guru stagnan, yang mengajar hal yang sama dari tahun ke tahun tidak boleh ada.

 

Kebermanfaatan terakhir keberadaan sekolah adalah bagi masyarakat sekitar. Sebagaimana kita pahami, tidak selalu ruang kelas digunakan 24 jam, begitu pula sarana lain. Kesempatan ini dapat digunakan sekolah untuk memberikan layanan bagi masyarakat.

School Social Responsibilities, sekolah dapat memberikan edukasi non formal kepada masyarakat sekitar. Cara ini bukan saja memberikan keuntungan bagi masyarakat, tetapi akan 'memaksa' sekolah untuk membuka akses, mencari jaringan bersinergi dengan pihak-pihak yang berkompeten untuk bersama-sama membangun masyarakat. Bahkan bukan mustahil akan ditemukan talenta guru yang memiliki sentuhan pengasuhan untuk para orang tua, atau munculnya potensi guru yang memiliki keahlian yang dapat diajarkan pada masyarkat.

 

Jika sebuah sekolah  di satu provinsi dengan dana zakat mampu melakukan ini, maka target lima sasaran global SDGs bidang pendidikan berkualitas di tahun 2030 akan terlaksana. Saat inilah umat dapat mengatakan bahwa mustahik bukan tanggung jawab umat lain. Program pendidikan jelas bukan program melestarikan kemiskinan.

Selamat Hari Pendidikan

 

*) Ketua Program Sekolah Cendekia Baznas, alumni Program Pasca Sarjana Psikologi Pendidikan Universitas Indonesia.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement