Ahad 11 Jun 2017 01:05 WIB

Krisis Lingkungan Bisa Picu Kekerasan pada Perempuan

Rep: Kabul Astuti/ Red: Ratna Puspita
Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak, Yohana Yembise (tengah),dan Menteri Sosial Khofifah Indar Parawansa (kanan) mengikuti rapat dengar pendapat dengan Komisi VIII DPR di Kompleks Parlemen, Jakarta, Kamis (21/7).
Foto: Republika/Rakhmawaty La'lang
Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak, Yohana Yembise (tengah),dan Menteri Sosial Khofifah Indar Parawansa (kanan) mengikuti rapat dengar pendapat dengan Komisi VIII DPR di Kompleks Parlemen, Jakarta, Kamis (21/7).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kondisi lingkungan yang buruk akan menyulitkan masyarakat bebas dari kemiskinan, terutama dalam kultur masyarakat agraris. 

Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA) Yohana Yembise mengatakan minimnya layanan air bersih dan fasilitas sanitasi yang memadai juga berpotensi membuat perempuan dan anak rentan terhadap berbagai bentuk kekerasan.

Menurut Yohana, tidak adanya layanan air bersih dan sanitasi yang memadai pada tingkat tertentu dapat menyebabkan perempuan dan anak-anak rentan terhadap berbagai bentuk kekerasan.

"Kemiskinan umumnya dirasakan oleh semua lapisan masyarakat, namun perempuan menjadi kelompok yang paling dominan untuk menanggung dampaknya karena keterbatasan akses mereka pada air bersih dan sanitasi," kata Yohana Yembise, Sabtu (10/6).

Yohana menambahkan, kondisi ini diperburuk oleh aspek sosial dan budaya yang meminggirkan perempuan, terutama dalam proses pengambilan keputusan di lingkungan domestik dan masyarakat. Keterlibatan perempuan dalam proses penentuan kebijakan air dan sanitasi di tingkat nasional juga kurang diperhatikan.

Srikandi Sungai dinilai salah satu contoh nyata inisiatif warga untuk mendorong partisipasi aktif perempuan dalam restorasi daerah aliran sungai dan pemberdayaan masyarakat sekitar sungai. 

Menurut Yohana, inisiasi ini penting untuk meningkatkan kualitas hidup dan aktivitas ekonomi masyarakat di sekitar daerah aliran sungai.

Yohana pun menegaskan, restorasi sungai, pemberdayaan perempuan, dan perlindungan anak masyarakat sekitar sungai sangat penting untuk berbagai alasan. 

Layanan air dan sanitasi adalah kebutuhan dasar manusia di era modern. Di Indonesia, lebih dari 30 persen rumah tangga belum memiliki akses terhadap air bersih dan sanitasi yang sehat.

"Srikandi Sungai Indonesia memiliki posisi strategis untuk mempercepat pengarusutamaan gender di sektor lingkungan," ujar dia. 

Melalui kerangka konvensi PBB untuk Perubahan Iklim (UNFCCC), Yohana menambahkan, Indonesia juga sudah secara aktif menyampaikan pentingnya pemberdayaan perempuan dalam berbagai kebijakan perubahan iklim.

Yohana mengungkapkan komitmen Kemen PPPA untuk terlibat dalam kebijakan dan program lingkungan hidup, khususnya perubahan iklim, ditandai dengan kerja sama dengan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan. Ke depan, Yohana berharap Srikandi Sungai dapat menjadi mitra Kemen PPPA di lapangan dalam hal lingkungan.

“Kami bekerja sama dengan Kementerian LHK untuk mengintegrasikan isu gender, pemberdayaan perempuan, dan perlindungan anak dalam prioritas nasional yang terkait dengan konservasi sumber daya alam, lingkungan, kehutanan, dan perubahan iklim,” ujar Yohana. 

Sebelumnya, Menteri Yohana Yembise menghadiri Konferensi Smart Women in River yang diselenggarakan Lembaga Pengabdian pada Masyarakat (LPPM) UGM, Pusat Studi Wanita (PSW) UGM, Klinik Lingkungan dan Mitigasi Bencana, dan Fakultas Geografi UGM. 

Konferensi ini membahas pengelolaan lingkungan, khususnya sungai, yang secara aktif melibatkan kaum perempuan.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement