Jumat 09 Jun 2017 20:24 WIB

Peneliti IPB: Ini Penyebab Serangan Wereng Batang Cokelat

Petani menunjukkan tanaman padinya yang rusak akibat serangan hama wereng.
Foto: Antara/Siswowidodo
Petani menunjukkan tanaman padinya yang rusak akibat serangan hama wereng.

REPUBLIKA.CO.ID, BOGOR -- Dalam dua bulan ini, Klinik Tanaman Institut Pertanian Bogor (IPB) banyak menerima pesan melalui WhatsApp (WA) dan kiriman foto tentang serangan hama wereng batang coklat (WBC) dari petani-petani jaringan Lembaga Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat (LPPM) IPB dan anggota Gerakan Petani Nusantara (GPN).  Kondisi ledakan hama ini menyerupai yang terjadi pada tahun 2011/2012, hanya saja lokasinya lebih luas.

Pada tahun 2011/2012 ledakan hanya terjadi di sentra produksi padi di Pulau Jawa (Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur dan Daerah Istimewa Yogyakarta) dan menyebabkan Indonesia harus impor sekira dua juta ton.  Ledakan WBC yang sekarang juga dilaporkan di daerah lain dan luar Jawa, seperti Pandeglang, Sumatera selatan (OKU dan OKUT), Jambi, Sumut, Lampung dan Sulawesi.

 

Siaran pers IPB yang diterima Republika.co.id, Jumat (9/6) menyebutkan, fenomena ledakan wereng ini selain karena faktor agroklimat ternyata juga dipicu oleh penggunaan pestisida. Penelitian IPB sejak tahun 1986 hingga sekarang menunjukkan hubungan positif antara wereng dan penggunaan pestisida.

Menurut  peneliti di Departemen Proteksi Tanaman, Fakultas Pertanian (Faperta) IPB Dr  Hermanu Triwidodo, penggunaan pestisida mendorong peningkatan serangan wereng. Semakin sering menyemprot, maka peluang terjadinya puso semakin besar.

“Penyebab ledakan adalah pemaksaan penanaman padi yang terus-menerus tanpa jeda, penggunaan insektisida yang terlarang untuk padi, serta pemupukan yang tidak seimbang, serta kesuburan tanah yang kritis,” ujar Hermanu.

Ia mengemukakan, penggunaan pestisida (insektisida, fungisida, herbisida dan bakterisida) pada padi sawah sangat tinggi. Contohnya,  di Karawang (Jawa Barat) rata-rata 11 kali per musim, sedangkan di Klaten (Jawa Tengah)  12 kali per musim.

“Hal ini melemahkan ketahanan ekosistem sawah karena matinya serangga musuh alami, kematian mikrob endofit, kerusakan keanekaragaman hayati mikroflora dan mesofauna dan rusaknya jaring makanan yang kompleks di sawah,” tutur  Hermanu.

Klinik Tanaman IPB, LPPM IPB dan GPN telah memberi peringatan akan kemungkinan terjadinya ledakan WBC dan menyediakan teknologi untuk menghindarinya. Ledakan wereng coklat tersebut disebabkan oleh adanya spot populasi wereng  coklat di hampir semua  daerah sentra produksi padi di Pulau Jawa.

Di samping itu, prakiraan curah hujan di atas normal pada  berbagai sentra beras pada musim hujan dan penggunaan pestisida terlarang dan aplikasi yang berlebihan oleh petani.

“Faktor lainnya adalah penggunaan pestisida yang berlebihan. Sebabnya marketing dan distribusi pestisida yang tidak terkontrol, kekalahan pelayanan pemerintah di bidang pertanian dibanding kios pestisida,  banyaknya bantuan pestisida oleh pemerintah, dan petani lupa akan Pengendalian Hama Terpadu (PHT),” ujarnya.

Berdasar pada permasalahan tersebut, kata Hermanu, Departemen Proteksi Tanaman Faperta IPB merekomendasikan penegasan kembali Inpres No. 3 Tahun 1986 tentang penerapan PHT dan pelarangan 57 jenis insektisida dan pelarangan terhadap pestisida lain penyebab resurgensi wereng pada tanaman padi. Juga, moratorium pengadaan pestisida oleh pemerintah serta pengalokasian pendidikan petani dan pemberdayaan pembuatan sarana pengendalian ramah lingkungan.

“Untuk musim tanam yang sedang berlangsung, jika terpaksa menggunakan pestisida, harus menggunakan pestisida yang mendapat izin penggunaan untuk wereng.  Jajaran penyuluh harus secara proaktif memberikan penyuluhan, jangan menyerahkannya pada kios penjual racun. Perlu penataan kembali regulasi pengelolaan pestisida  mulai pendaftaran, produksi, distribusi, pemasaran dan pemusnahannya,” paparnya.

Hermanu juga menegaskan, pentingnya peningkatan kerja sama dan koordinasi antara Kementerian Pertanian, perguruan tinggi, lembaga swadaya masyarakat dan organisasi petani dalam pengembangan upaya penanggulangan ledakan wereng. “Sinkronisasi dan harmonisasi kinerja aparat pertanian secara vertikal (pusat-daerah) dan horisontal (antar lembaga pelayanan pertanian) perlu ditingkatkan untuk mengatasi serangan WBC,” tutur Hermanu Triwidodo.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement