Rabu 07 Jun 2017 07:22 WIB

Kemensos Carikan Kontrakan Baru untuk Korban Intimidasi

Rep: Kabul Astuti/ Red: Ratna Puspita
Menteri Sosial sekaligus ketua umum PP Muslimat NU Khofifah Indar Parawansa didampingi Kepala kantor Wilayah Keenterian Hukum dan HAM DKI Jakarta, Endang Sudirman, dan Kalapas wanita Pondok Bambu Ika Yusanti, melihat sejumlah hasil kerajianan warga binaan saat melakukan kunjungan di lapas kelas IIA Pondok Bambu, Jakarta, Jumat (2/6).
Foto: Republika/Rakhmawaty La'lang
Menteri Sosial sekaligus ketua umum PP Muslimat NU Khofifah Indar Parawansa didampingi Kepala kantor Wilayah Keenterian Hukum dan HAM DKI Jakarta, Endang Sudirman, dan Kalapas wanita Pondok Bambu Ika Yusanti, melihat sejumlah hasil kerajianan warga binaan saat melakukan kunjungan di lapas kelas IIA Pondok Bambu, Jakarta, Jumat (2/6).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kementerian Sosial bersama Tahir Foundation akan mengupayakan tempat tinggal baru bagi PMA (15 tahun) dan keluarga, korban intimidasi sekelompok orang beberapa waktu lalu. Hal ini untuk mempercepat proses reintegrasi sosial bagi korban.

"Paling tidak akan dicarikan kontrakan untuk jangka waktu dua tahun ke depan," kata Menteri Sosial Khofifah Indar Parawansa saat mengunjungi PMA di Rumah Perlindungan Sosial Anak (RPSA) Bambu Apus, Jakarta, Selasa (6/6). 

Dengan demikian, PMA dan keluarga tidak perlu kembali ke rumah kontrakannya di Cipinang Muara, Jatinegara, Jakarta Timur. 

Mensos juga menyatakan Ibu PMA pun akan diberikan modal usaha. Kemensos juga akan membayarkan uang tunggakan sekolah sejumlah saudara PMA agar mereka bisa kembali belajar.

Saat ini, Khofifah mengatakan, PMA dan keluarga masuk ke RPSA sejak Ahad (4/6). Paling lama, mereka akan berada di rumah aman milik Kementerian Sosial tersebut selama tiga bulan. 

Dia berharap, dalam satu bulan ke depan sudah bisa dilakukan proses reintegrasi sosial agar mereka siap kembali ke lingkungan masyarakat. Khofifah menambahkan Kemensos bersama para psikolog sudah melakukan assesment untuk mengetahui kondisi psikis pasca mengalami kekerasan. 

Hasil assesment ini menjadi dasar bagi Tim Layanan Dukungan Psiko Sosial dalam memberikan trauma healing dan trauma konseling kepada PMA dan keluarganya.

"Saya berharap kehidupan mereka bisa segera kembali normal," ujar Khofifah. 

Khofifah juga mengingatkan agar orang tua bisa lebih arif, bijak, dan cerdas dalam menyikapi keberadaan media sosial. Alih-alih melarang anak, orangtua harus memberikan edukasi dan advokasi kepada anak saat mereka mengakses media sosial. 

"Tidak boleh tidak, harus dimonitor betul. Tegaskan kepada anak untuk menyaring berbagai informasi terlebih dahulu sebelum kemudian membagikannya di media sosial," kata Khofifah. 

Menurut Mensos, kejadian ini karena minimnya pemahaman PMA yang notabene masih anak-anak terhadap berbagai isu sensitif di masyarakat. PMA tidak bisa menyaring derasnya informasi yang beredar di media sosial. 

Khofifah mengakui banyak kabar hoax dan informasi yang bersifat provokatif beredar di media sosial. "Belum lagi, persoalan masih rendahnya literasi masyarakat terhadap media," kata dia.

Sebelumnya, beredar video viral aksi kekerasan sejumlah pria yang diduga anggota salah satu ormas terhadap PMA. Ia dinilai menyinggung salah satu ulama dalam postingannya di media sosial. Video berdurasi 11:22 menit tersebut, memperlihatkan PMA diinterogasi dan sempat dipukul sekelompok orang.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement