REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pengamat Media Sosial, Nukman Luthfie menyambut baik hadirnya fatwa MUI bermuamalah pedoman di media sosial (medsos) yang diluncurkan Senin (5/6) bersama Menteri Komunikasi dan Informatika.
Menurut Nukman, fatwa MUI tentang pedoman di Medsos ini memberi kekuatan baru bagi pemerintah membendung hoax, fitnah dan ujaran kebencian di dunia maya.
"Ketika ada MUI dengan fatwanya buat aku kayak tambahan air baru di gurun pasir yang suasananya panas," kata Peneliti dari Akademi Virtual ini kepada wartawan, Selasa (6/6).
Karena semua pendekatan yang sifatnya teknis sudah dilakukan. Bahkan pendekatan terkait karir juga dilakukan beberapa perusahaan yang karyawannya dianggap melakukan ujaran kebencian di media sosial.
"Semua itu belum memberikan hasil yang optimal, makanya muncul pendekatan baru dari agama melalui fatwa," ujarnya.
Walaupun menurutnya isi dari fatwa tersebut hakekatnya sama, anjuran tidak boleh menyebar konten negatif. Tapi pendekatan agama ini, memiliki dalil, haramnya ghibah, fitnah dan menyebar kebencian. Bahkan dianjurkan adanya tabayyun.
"Situasi media sosial sudah kita paham, yang berkembang saat ini, publik terpecah belah, hoax tersebar luas, ujaran kebencian masih saja ada padahal Pilkada DKI sudah berlalu," jelasnya.
Jadi potensi kekacuan di media sosial sangat besar bila semua pihak termasuk tokoh agama tidak ikut menyikapinya secara tegas. Maka ia sangat mengapresiasi positif ketika MUI menghadirkan fatwa pedoman di media sosial.
Bila tidak dilakukan pendekatan agama, ia khawatir momentum-momentum politik yang akan berjalan pada tahun depan hingga 2019 akan semakin memanas di media sosial dan di masyarakat luas.