Selasa 06 Jun 2017 19:28 WIB

Medsos Picu Peningkatan Kasus Pidana

Rep: Kabul Astuti/ Red: Gita Amanda
Anak main medsos
Foto: Dailymail
Anak main medsos

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Indonesia merupakan negara dengan pertumbuhan jumlah pengguna internet terbesar di dunia. Pesatnya perkembangan teknologi informasi ini, menyebabkan peningkatan kasus tindak pidana dan keresahan masyarakat yang dipicu oleh media sosial.

Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA), Yohana Yembise mengatakan munculnya kasus-kasus intimidasi tidak pernah diprediksi. Ini merupakan fenomena baru di tengah perkembangan teknologi informasi. Yohana mengungkapkan, fenomena baru ini harus diantisipasi agar tidak makin marak.

"Kita tidak pernah tahu bahwa akan muncul hal-hal seperti ini. Itu fenomena baru. Tadinya fenomena anak dalam pornografi, kekerasan seksual terhadap anak, itu yang terakhir-terakhir muncul. Lalu muncul hal yang baru lagi seperti ini," kata Yohana Yembise di Jakarta, Selasa (6/6).

Yohana memaparkan angka penggunaan internet di Indonesia sangat tinggi. Sebuah survei mencatat, pada awal tahun 2016, pengguna internet di Indonesia sekitar 88,1 juta. Jumlahnya melonjak sebesar 51 persen ke angka 132,7 juta pengguna pada awal 2017. Sebanyak 69 persen pengguna mengakses internet melalui perangkat mobile, sedangkan sisanya melalui desktop dan tablet.

Lanjut Yohana, kasus-kasus intimidasi kebanyakan dipicu oleh aktivitas pengguna media sosial. Misalnya, intimidasi yang dialami PMA (15 tahun) dan dokter Fiera di Solok, Sumatera Barat. Yohana mengaku bersalah dengan maraknya fenomena intimidasi. Ia menyayangkan kurangnya antisipasi dalam penanganan kekerasan anak dan perempuan di Indonesia.

"Indonesia sepertinya tidak pernah membuat konsep-konsep antisipatif bahwa 25 tahun kemudian, 50 tahun kemudian, akan muncul sesuatu yang kita bingung menjawab permasalahan itu. Di zaman saya masih anak-anak tidak ada keadaan seperti ini," ujar guru besar Linguistik Universitas Cenderawasih Papua ini.  

Beberapa dekade lalu, Yohana menuturkan, kekerasan terhadap perempuan dan anak tidak begitu banyak terlihat. Walaupun ada, tapi menurutnya tidak sebanyak yang ditemukan sekarang. Perkembangan sains dan teknologi di era digital telah memunculkan beragam tantangan dalam upaya mencegah kekerasan terhadap perempuan dan anak. Anak-anak usia sekolah dasar sudah pandai memainkan gadget.

Yohana mengingatkan, orang tua harus mengawasi apa yang dilakukan anak-anak dengan gadget mereka. Lebih lanjut, ia mengungkapkan Kementerian PPPA sedang menyusun satu mekanisme yang baik untuk mencegah aksi kekerasan terhadap anak dan perempuan. Menurutnya, kasus-kasus ini harus dapat diantisipasi dengan mekanisme yang komprehensif.

Menanggapi hal ini Ketua Umum Bhayangkari, Tri Suswati Karnavian, mengatakan seseorang harus memikirkan  konsekuensi ujarannya ketika ingin membuat pernyataan di media sosial. Sebab perlu disadari, mengunggah sesuatu di media sosial diatur dalam perundangan.

"Sesuatu yang muncul di media sosial itu ada konsekuensi UU ITE (Undang-undang Informasi dan Transaksi Elektronik)-nya," ujar Istri Kepala Kepolisian Republik Indonesia itu.

Kendati demikian, Tri menambahkan, sikap main hakim sendiri tidak dapat dibenarkan. Jika ada perbedaan pendapat tidak boleh melakukan hal sewenang-wenang. Cara mengungkapkan protes terhadap pernyataan seseorang di media sosial harus sesuai hukum yang berlaku.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement