Senin 05 Jun 2017 22:13 WIB

MUI: Haram Menyebarkan Pesan Hoaks

Ketua Umum Majelis Ulama Indonesia (MUI) Ma'ruf Amin (kiri) memberikan draft fatwa MUI kepada Menteri Kominfo Rudiantara ( kanan)pada acara Diskusi Publik dan Launching Fatwa MUI tentang Hukum dan Pedoman Bermuamalah Melalui Medsos di Kementerian Kominfo, Jakarta, Senin (5/6).
Foto: Republika/Rakhmawaty La'lang
Ketua Umum Majelis Ulama Indonesia (MUI) Ma'ruf Amin (kiri) memberikan draft fatwa MUI kepada Menteri Kominfo Rudiantara ( kanan)pada acara Diskusi Publik dan Launching Fatwa MUI tentang Hukum dan Pedoman Bermuamalah Melalui Medsos di Kementerian Kominfo, Jakarta, Senin (5/6).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ketua Komisi Fatwa Majelis Ulama Indonesia Hasanuddin AF mengatakan, setiap Muslim haram untuk menyebar pesan palsu atau hoaks di media sosial meskipun memiliki tujuan yang baik.

"Haram menyebarkan hoaks atau informasi bohong meskipun dengan tujuan baik, seperti info tentang kematian orang yang masih hidup," kata Hasanuddin di Jakarta, Senin.

Dia mengatakan hukum terkait muamalah Muslim di media sosial itu tertuang dalam Fatwa MUI Nomor 24 tahun 2017 tentang Hukum dan Pedoman Bermuamalah melalui Media Sosial bertanggal 13 Mei 2017.

Menyebar kabar benar, lanjut dia, juga dapat menjadi haram jika tidak sesuai dengan tempat dan atau waktunya.

Hasanuddin mengatakan, hukum haram juga berlaku bagi Muslim yang melakukan perundungan (bullying)di media sosial, termasuk untuk bergunjing, memfitnah, mengadu domba dan menebar permusuhan di dunia maya.

Menyebarkan konten pornografi dan maksiat, lanjut dia, juga haram karena bertentangan dengan syariah.

"Bermuamalah melalui media sosial harus dilakukan tanpa melanggar ketentuan agama dan ketentuan peraturan perundang-undangan," kata dia.

Hasanuddin mengatakan, umat Islam harus senantiasa mengedepankan semangat tabayyun atau klarifikasi terhadap pesan di media sosial yang memiliki potensi berisi materi benar dan salah. Singkatnya, fakta yang disajikan dalam media sosial meski isinya baik belum tentu sesuai kebenaran dan bermanfaat.

Dalam proses tabayyun, kata dia, masyarakat harus memastikan sumber informasi tersebut meliputi kepribadian, reputasi, kelayakan dan keterpercayaannya.

Perlu juga, lanjut dia, untuk masyarakat dalam memastikan konteks tempat, waktu dan latar belakang saat informasi disampaikan. Dia mengatakan beberapa upaya lain dapat ditempuh dalam mengklarifikasi pesan seperti dengan bertanya kepada sumber informasi jika diketahui.

Baca juga,  Jokowi Minta tak Habiskan Energi dengan Hoaks.

Dapat juga dengan meminta klarifikasi kepada pihak-pihak yang memiliki otoritas dan kemampuan. "Sebaiknya umat Islam untuk mempererat persaudaraan baik persaudaraan ke-Islaman, kebangsaan maupun kemanusiaan lewat media sosial... Konten yang berisi pujian dan atau hal positif tentang seseorang atau kelompok belum tentu benar, karena itu juga harus dilakukan 'tabayyun'," katanya

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement