Jumat 02 Jun 2017 21:13 WIB

BPOM Sidak Pangan Iftar di Jakarta Pusat

Petugas Balai Besar Pengawas Obat dan Makanan DKI Jakarta memeriksa sampel makanan takjil yang dijual di Pasar Benhil, Jakarta, Jumat (2/6).
Foto: Republika/ Yasin Habibi
Petugas Balai Besar Pengawas Obat dan Makanan DKI Jakarta memeriksa sampel makanan takjil yang dijual di Pasar Benhil, Jakarta, Jumat (2/6).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) melakukan inspeksi mendadak terhadap pangan takjil yang di jual di kawasan Jakarta Pusat, Jumat (2/6). "Sebagai rangkaian dari intensifikasi pengawasan pangan Ramadhan dan Idul Fitri 2017, BPOM melalui Balai Besar POM di Jakarta melakukan sidak terhadap pangan takjil (iftar) yang dijajakan di Pasar Benhil," kata Kepala BPOM Penny K Lukito.

Dia mengatakan target sidak adalah pangan iftar yang diduga mengandung bahan berbahaya seperti formalin, boraks, rhodamin B dan methanyl yellow. Pada sidak Jumat, dia mengatakan, petugas melakukan sampling terhadap 46 pedagang dan mengambil sebanyak 52 item sampel pangan takjil. Pengujian menggunakan rapid test kit untuk mengetahui ada atau tidaknya kandungan bahan berbahaya pada sampel.

Sidak, lanjut dia, menemukan dua item pangan takjil yang mengandung bahan berbahaya. Yaitu kue apem mengandung bahan pewarna nonpangan Rhodamin B dan kerupuk mengandung boraks. Kegiatan sidak pangan takjil selama Ramadhan 2017, kata dia, juga dilakukan di seluruh wilayah Indonesia. Selama periode 2014-2016, hasil intensifikasi pengawasan pangan takjil menunjukkan masih adanya pangan takjil yang tidak memenuhi syarat karena mengandung bahan berbahaya.

Kandungan formalin didapati pada bakso, bubur sumsum, es buah dan agar-agar. Kandungan boraks ditemui pada bakso, cincau, cimol, lontong, tahu, sotong, kerupuk dan mie. Sementara kandungan rhodamin B ditemui pada bubur mutiara, pacar cina, cendol, es delima, agar-agar, kue lapis, terasi, kerupuk dan sirup merah.

"Sekalipun masih ada, tapi jumlah temuan pangan takjil mengandung bahan berbahaya terus menunjukkan penurunan selama tiga tahun terakhir," kata dia.

Dari temuan di wilayah Jakarta, Penny mengatakan terjadi penurunan angka takjil tidak layak konsumsi yaitu 21,16 persen pangan takjil yang tidak memenuhi syarat di tahun 2014. Angka itu lalu turun menjadi 12,46 persen di tahun 2015 dan turun lagi ke 6,23 persen di tahun 2016. "Harapannya jumlah temuan di akhir pelaksanaan intensifikasi pengawasan pangan tahun ini dapat semakin menunjukkan perbaikan dari tahun-tahun sebelumnya," kata dia.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement