Rabu 31 May 2017 21:57 WIB

Pengajar Asal Bima Paparkan Konsep Deradikalisasi di Bangkok

 Tiga kader muda Muhammadiyah Bima, Muhammad Salmin, Nurul Zuhriyah, dan Azhar (dari kiri ke kanan) di Bangkok, Thailand.
Tiga kader muda Muhammadiyah Bima, Muhammad Salmin, Nurul Zuhriyah, dan Azhar (dari kiri ke kanan) di Bangkok, Thailand.

REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA -- Tiga kader muda Muhammadiyah Bima, Azhar dan Nurul Zuhriyah yang merupakan dosen di Institut Agama Islam Muhammadiyah Bima, beserta rekannya Muhammad Salmin yang merupakan guru di SMA Muhammadiyah Kota Bima terpilih menjadi delegasi Indonesia zona Bali dan Nusa Tenggara di forum internasional ‘Student Changemakers Summit 2017 yang dihelat di Bangkok Thailand, 10-14 Mei 2017 lalu.

Azhar terpilih berkat inisiatifnya mendesain model pembelajaran "Pendidikan Agama Islam (PAI) Berbasis Deradikalisasi Pendidikan". Sedangkan, Ira, sapa akrab Nurul Zuhriyah, mengangkat isu "Intoleransi Kehidupan Beragama Masyarakat di Indonesia". Sementara Muhammad Salmin mengangkat tema "Rendahnya Mutu Pendidikan Daerah Terpencil di Bima Nusa Tenggara Barat".

Azhar dalam pemaparannya menawarkan penanganan radikalisme melalui pendekatan pendidikan. "Pendekatan pendidikan ini antara lain dilakukan dengan cara merekonstruksi Pendidikan Agama Islam (PAI) yang diajarkan di institusi-institusi pendidikan," kata Azhar dalam siaran persnya, Rabu (31/5).

Rekonstruksi PAI ini, menurut Azhar, penting dan urgen dilakukan. "PAI terbukti tidak cukup mampu melahirkan peserta didik yang toleran, moderat, dan inklusif," ujar Azhar yang juga lulusan Program Doktor UIN Sunan Ampel Surabaya ini.

Salah satu strategi yang Azhar tawarkan ialah bagaimana memaksimalkan peran PAI dalam mencegah berkembangnya faham radikalisme di kalangan pelajar melalui rekonstruksi PAI yang di dalamnya meliputi berbagai aspek seperti kurikulum, pendidik, materi, metode, media, dan evaluasi pembelajaran.

Pada kesempatan yang sama, Ira memberikan himbauan kepada seluruh peserta forum, “Apabila kita hidup dalam satu negara yang penuh dengan keragaman agama, suku, dan budaya tentu kita tidak akan luput dari sebuah perbedaan. Meski kita berbeda agama, suku, dan budaya bukan berarti kita tidak bisa bersatu. Untuk mempersatukan perbedaan di antara kita, perlu adanya usaha yang maksimal salah satunya dengan bertoleransi terhadap sesama manusia," kata Ira.

Muhammad Salmin mengatakan, kurangnya sarana dan prasarana pendukung dan kekurangan tenaga pengajar menjadi penyebab rendahnya kualitas pendidikan daerah terpencil di Bima, NTB. Salmin dalam papernya menawarkan solusi kepada stakeholder, yaitu Pemerintah Kabupaten Bima agar memprioritaskan pendidikan dasar sembilan tahun, pemberian beasiswa dengan sasaran yang strategis, dan pemberian insentif kepada guru yang bertugas di wilayah terpencil.

Student Changemakers Summit ini merupakan program peningkatan kepemimpinan bertajuk konferensi yang dihadiri beragam delegasi muda seperti mahasiswa, dosen, dan penggiat pendidikan yang diselenggarakan oleh You Can Internasional. Program ini menyatukan suara-suara dari seluruh dunia untuk menyerukan tindakan perubahan bagi dunia pendidikan yang lebih baik.

Program ini juga memberikan kesempatan bagi para generasi muda untuk meningkatkan dan memperkuat kapasitas dan keterampilan mereka.

Azhar sebagai ketua delegasi mengucapkan terimakasih kepada para sponsor yang membantu delegasi dari Indonesia, khususnya Bima. Ia menambahkan, para sponsor di antaranya Rektor IAI Muhammadiyah Bima, Pemerintah Kota dan Kabupaten Bima, Bazda Kota Bima, Kejari Raba Bima, DPR RI dapil NTB Fraksi PAN Muhammad Syafruddin, dan Pena Karya Digital Printing Kota Bima. "Serta masih banyak lagi yang tak dapat disebutkan satu per satu, namun tidak mengurangi rasa hormat," ujarnya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement