Rabu 24 May 2017 23:44 WIB

Ratusan Muslim Bali Ziarah ke Makam Jelang Ramadhan

 Peziarah berdoa di makam anggota keluarga (ilustrasi)
Foto: Republika/Prayogi
Peziarah berdoa di makam anggota keluarga (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, DENPASAR -- Ratusan umat Islam (Muslim) Bali melakukan tradisi ziarah kubur menjelang bulan Ramadan 1438 Hijriyah di Pemakaman Muslim Maruti, Wanasari, Denpasar, Bali, Rabu (24/5). Peziarah datang silih berganti untuk berdoa, menaburkan bunga di pusara keluarga dan kerabatnya, serta membersihkan makam leluhurnya.

Banyaknya warga yang melakukan ziarah kubur dimanfaatkan oleh sejumlah warga, termasuk anak-anak, untuk mendapatkan upah melalui bantuan membersihkan makam dan menjual bunga tabur musiman. "Sehari membantu membersihkan makam bisa dapat sampai Rp 30 ribu dari peziarah kalau mau bulan puasa," ujar Ilham yang mengaku masih duduk di bangku kelas 5 Sekolah Dasar.

Selain Ilham, puluhan anak seusianya juga memanfaatkan ramainya peziarah dengan menjadi pembersih makam musiman. Mereka mengaku mendapat upah Rp2 ribu hingga Rp5 ribu untuk setiap makam yang dibersihkan.

Peziarah diperkirakan semakin banyak yang melakukan ziarah kubur di pemakaman yang terletak di Jalan Maruti Denpasar itu pada Kamis (25/5) dan Jumat (26/5) atau selang satu hingga dua hari pelaksanaan puasa Ramadhan. Puasa Ramadhan diperkirakan tiba pada Sabtu (27/5).

Hal yang sama juga terjadi di beberapa wilayah makam tingkat kampung di Surabaya dan sekitarnya. Seperti di Pemakaman Islam Perkampungan Wonocolo, Surabaya, yang dipadati ratusan Muslim dalam sepekan terakhir. "Di sini (Wonocolo), tradisi menyambut datangnya puasa Ramadhan cukup banyak, seperti ziarah atau nyekar ke makam leluhur dalam beberapa hari menjelang pelaksanaan puasa," kata warga Wonocolo VI, Surabaya, Chalimy.

Selain itu, sebagian warga juga bergembira menyambut datangnya puasa Ramadhan dengan membersihkan mushola atau masjid di kampung secara bergotong royong, sebagai pertanda tempat ibadah sudah siap dipakai ibadah saat Ramadhan berlangsung selama sebulan.

"Lain halnya dengan tradisi kaum ibu yang membuat jajanan yang disebut dengan tradisi Megengan, lalu jajanan itu disedekahkan kepada tetangga kanan-kiri atau di antar ke mushala terdekat untuk konsumsi selepas ibadah mendoakan arwah leluhur," katanya.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement