REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ikatan Apoteker Indonesia mengeluhkan penyediaan obat di e-katalog yang dinilai kerap bermasalah. Koordinator JKN Ikatan Apoteker Indonesia, Abdul Rahem mengatakan, sebenarnya jumlah obat di Tanah Air tak pernah cukup.
Ketika ada pesanan obat melalui e-katalog, namun seringkali obat yang diminta rumah sakit (RS) tak terkirim. Padahal, obat yang dijamin Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan selama ini penyediaannya juga harus melalui e-katalog.
"Nah itu yang disalahkan pasti pharmacist," katanya saat seminar bertema inovasi pembiayaan JKN di Jakarta, Selasa (23/5).
Seperti diketahui, obat yang dijamin BPJS Kesehatan selama ini penyediaannya harus melalui e-katalog. Namun, dalam praktiknya, obat-obatan yang ada di e-katalog sering kosong dan kekurangan obat. Ia juga mengeluh beberapa jenis obat yang sudah masuk e-katalog, tetapi belum ada harganya.
Untuk mengatasinya, ia merekomendasikan membuat obat sendiri. Ia mengakui, memang dibutuhkan fasilitas, tapi jika ini berhasil maka produksi obat selanjutnya jadi murah. Apalagi, Indonesia memiliki banyak pakar obat. Ia menyebut Indonesia juga banyak memiliki fakultas kedokteran, farmasi.
Jika persoalan obat bisa dipecahkan dan harganya bisa ditekan, tentu ini bermanfaat pada beban program jaminan kesehatan nasional-Kartu Indonesia Sehat (KIS), dimana biaya obat memakan sekitar 40 persen dari pembiayaan.
"Kita masih bisa menekannya, tetapi kualitas jangan diturunkan," ujarnya.