Kamis 18 May 2017 17:34 WIB

Saksi Ahli KPK: Miryam Lebih Tepat Dijerat Pasal 22

Rep: Febrianto Adi Saputro/ Red: Bilal Ramadhan
 Tersangka pemberi keterangan palsu dalam sidang kasus dugaan korupsi pengadaan e-KTP tahun anggaran 2011-2012, Miryam S Haryani berjalan memasuki kendaraan tahanan seusai menjalani pemeriksaan di gedung KPK, Jakarta, Rabu (17/5).
Foto: Republika/Raisan Al Farisi
Tersangka pemberi keterangan palsu dalam sidang kasus dugaan korupsi pengadaan e-KTP tahun anggaran 2011-2012, Miryam S Haryani berjalan memasuki kendaraan tahanan seusai menjalani pemeriksaan di gedung KPK, Jakarta, Rabu (17/5).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Saksi ahli yang dihadirkan oleh termohon dari pihak Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Noor Aziz Said mengatakan bahwa KPK mempunyai kewenangan sesuai dengan yang diberikan UU nomor 30 tahun 2002.

"Menurut saya bisa memenuhi pasal 22. Berarti kpk memenuhi kewenangan," kata Noor kepada wartawan usai sidang praperadilan kasus Miryam atas dugaan memberikan kesaksian palsu, di Pengadilan Negeri, Jakarta Selatan, Kamis (18/5).

Menurut Noor, pasal 22 bisa langsung digunakan tanpa harus memutus perkara inti. "Ini //gak// ada tindak pidana pencucian uang. Jadi kalau dia membuat keterangan palsu sesuai dengan pasal 22, ya dia melakukan tindak pidana korupsi jenis pasal 22 UU no 31 tahun 1999," kata pria yang juga dosen Universitas Soedirman itu.

Noor menjelaskan alasan pasal 22 lebih sesuai dibanding pasal 242 KUHP, sebab Pasal 242 KUHP digunakan untuk yang selain tindak pidana korupsi. "Karena dasarnya pasal 63 ayat 2 KUHP, apabila dalam satu perbuatan diatur dalam aturannya khusus, maka yg berlaku adalah yang khusus," jelas Noor.

Noor menambahkan, hal yang membedakan pasal 22 dan pasal 242 ada pada bukti. Dalam tindak pidana korupsi, bukti ditambah dengan dokumen, rekaman, dan sadapan.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement