REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- KPK terus menelusuri pihak-pihak yang menikmati keuangan negara terkait kasus Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI). Juru Bicara KPK Febri Diansyah mengatakan diduga ada pihak lain dalam kasus yang baru menyeret Syafruddin Arsjad Temenggung (SAT) sebagai tersangka tersebut.
"Fokus yang diutamakan saat ini mengejar penikmat uang negara, di sisi lain penting, asset recovery, pengembalian aset hasil kejahatan. Tidak harus menunggu orang diproses tapi pengembalian aset juga krusial sehingga diperlukan pemetaan," ujar Febri di Gedung KPK, Jakarta, Selasa (16/5).
Febri mengatakan KPK menerapkan Pasal 55 ayat I KUHP. Dia menduga ada pihak lain yang melakukan korupsi, bisa dalam ruang lingkup implementasi kebijakan terkait penerbitan Surat Keterangan Lunas (SKL) ataupun pihak yang menikmati kerugian negara.
KPK melakukan dua pendekatan secara pararel, yaitu memproses orang-orang sekaligus memaksimalkan pengembalian aset hasil kejahatan dalam kasus dengan indikasi kerugian negara hingga Rp 3,7 triliun itu. Febri mengatakan untuk memahami kasus BLBI, harus mengetahui yang terjadi pada 1998.
"Perlu kita ingat juga menurut UU Tipikor bisa perorangan bisa juga korporasi. Karenanya penyidik juga serius soal penggunaan delik korporasi, pidana korporasi terutama untuk mengejar pihak-pihak yang diuntungkan," kata dia.
KPK juga mengoptimalkan kerja sama Internasional, termasuk yang sudah KPK ratifikasi untuk memaksimalkan pengembalian aset dan pengumpulan bukti lainnya.
Dalam penyelidikan perkara BLBI ini, teranyar, KPK melakukan penyitaan sejumlah dokumen perjanjian kerja sama di salah satu kantor notaris di Lampung. KPK juga memeriksa 20 orang saksi yang merupakan petani tambak di sana.
"Pemeriksaan dilakukan di Polda Lampung mulai dari kontrak, pinjaman dana, dan pengembalian pinjaman dana tersebut," kata Febri.