Senin 15 May 2017 23:31 WIB

Petani Jahe Sebatik Kesulitan Dalam Pemasaran

jahe
Foto: corbis
jahe

REPUBLIKA.CO.ID, NUNUKAN -- Eks tenaga kerja Indonesia (TKI) di Negeri Sabah, Malaysia yang menjadi petani jahe di Pulau Sebatik Kabupaten Nunukan, Kalimantan Utara kesulitan memasarkan hasil panennya.

Salah seorang petani jahe Pulau Sebatik bernama Meus Kellen di Nunukan, Senin menyatakan, eks TKI yang memilih kembali ke Indonesia dengan bercocok tanam di Pulau Sebatik telah berlangsung sejak 2002.

Ratusan kepala keluarga (KK) eks TKI di Malaysia yang bertempat tinggal di Kampung Lourdes Kecamatan Sebatik Tengah ini, masing-masing memilih bercocok tanam sesuai keinginan dan komoditi yang dianggap tepat dengan kondisi lahan miliknya.

Meus Kellen mengungkapkan, sebagian besar bercocok tanam jahe ini saat produksinya melimpah namun segi pemasaran masih bingung. "Sasaran pemasaran hasil panen jahe selama ini sebagian besar dipasarkan ke Tawau, Malaysia," kata dia.

Memilih Malaysia sebagai sasaran pasar, kata dia, harganya lebih mahal dibandingkan dipasarkan di Kabupaten Nunukan. Hanya saja, memasarkan di negeri jiran harus menanggung risiko ditangkap aparat hukum negara itu apabila ditemukan berasal dari Pulau sebatik.

Pria yang bertindak tokoh masyarakat eks TKI asal Nusa Tenggara Timur (NTT) ini memperkirakan, setiap panen mampu menghasilkan hingga 20 ton.

Kemudian harga jual di Malaysai sebesar 6 ringgit Malaysia atau setara Rp 18.000 per kilo gram dengan kurs Rp 3.000. Sedangkan di Kabupaten Nunukan dijual dengan harga Rp 5.000-Rp 7.000 per kilo gram.

Oleh karena itu, petani jahe di Pulau Sebatik yang berbatasan langsung dengan Negeri Sabah ini mengharapkan, adanya keterlibatan pemerintah daerah untuk mencarikan pemasaran. Bahkan dia mengharapkan, adanya investor atau pengusaha lokal yang membeli produksi jahe miliknya yang dipanen setiap delapan bulan. 

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement