REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) kecewa dengan Kementerian Hukum dan HAM yang membebaskan secara bersyarat mantan jaksa yang dipidana karena menerima suap dalam perkara Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI), Urip Tri Gunawan. Juru Bicara Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Febri Diansyah menuturkan, Kemenkumham semestinya menjelaskan kepada publik terkait pertimbangan yang menjadi alasan Urip dibebaskan secara bersyarat pada 12 Mei lalu.
"Karena ini kepentingan publik, perlu dijelaskan lebih jauh kenapa baru 9 tahun sudah dibebaskan bersyarat padahal 20 tahun ancaman hukumannya," kata dia di kantor KPK, Kuningan, Jakarta Selatan, Senin (15/5).
Menurut Febri, kewenangan pemberian pembebasan bersyarat itu harus digunakan secara hati-hati. Sebab, ada kejahatan serius yang menjadi perhatian negara berdasarkan Peraturan Pemerintah (PP) nomor 99 tahun 2012 tentang syarat dan tata cara pelaksanaan hak warga binaan pemasyarakatan.
"Jangan sampai kemudian pemerintah tak konsisten di satu sisi bicara pemberantasan korupsi tapi di sisi lain masa hukuman terpidana korupsi hanya dijalani setengah dari hukuman," kata dia.
Febri juga mengungkapkan, pemerintah melalui Kemenkumham seharusnya menegakan secara utuh aturan di dalam PP 99/2012 sebagai payung hukum yang merupakan hasil revisi dari PP 32/1999. PP 99/2012 tersebut menunjukan bahwa negara memberikan perhatian terhadap kasus korupsi sebagai kejahatan yang serius.