Senin 15 May 2017 18:29 WIB

Siber Bareskrim Masih Selidiki Virus Ransomware

Rep: Mabruroh/ Red: Ani Nursalikah
Direktur Tindak Pidana Siber Bareskrim Mabes Polri Brigjen Pol Fadli Imran
Foto: ROL/Fakhtar K Lubis
Direktur Tindak Pidana Siber Bareskrim Mabes Polri Brigjen Pol Fadli Imran

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Direktur Siber Bareskrim Polri Brigjen Fadil Imran mengatakan hingga saat ini tim masih melakukan penyelidikan virus ransomware. Polisi juga meminta agar masyarakat yang menjadi korban virus tersebut segera memberitahukan kepada polisi.

Menurut Fadil, ransomware merupakan sejenis aplikasi atau perangkat perusak yang dirancang dan ditanamkan secara diam-diam. Kemudian ketika perangkat tersebut dijalankan dengan jarak jauh langsung bisa menghalangi akses kepada sistem komputer atau data, mengunci sistem dengan cara mengenkripsi file.

"Mengunci sistem dengan dengan cara mengenkripsi file sehingga tidak dapat diakses hingga tebusan dibayar," kata Fadil melalui pesan singkat di Jakarta, Senin (15/5).

Adapun jenis ransomware menurutnya yang saat ini sedang mewabah adalah WannaCrypt0r 2.0 ransomware. Jenis ini memanfaatkan kelemahan keamanan pada sistem operasi Microsoft. Microsoft telah menyediakan Security Update Patch untuk menanganinya beberapa waktu yang lalu.

Saat ini, penyidik sedang mengumpulkan informasi dan bukti sebanyak mungkin terkait keberadaan virus tersebut. Kemudian berkoordinasi dengan pihak-pihak yang terkena serangan kemudian melakukan analisa secara forensik digital.

"Kami juga koordinasi dengan komunitas siber untuk mendapatkan info yang lebih banyak dan mendalam," katanya.

Masih menurut Fadil, pelaku kejahatan siber seringkali akan melakukan upaya semaksimal mungkin untuk menyamarkan identitasnya. Terkait hal ini, polisi juga masih melakukan pendalaman untuk mengetahui identitasnya.

"Saat ini masih dilakukan lidik oleh polisi," ujar Fadil.

Kembali lagi kata dia, pelaku sengaja melakukan penyebaran virus tersebut agar dapat melakukan negosiasi dengan korban. Selama korban menolak untuk bernegosiasi maka tentu saja data akan terus terkunci.

"Modus pelaku, meminta tebusan dengan cara negosiasi (kemudian) akan diberikan solusi atau jalan keluar atas serangan tersebut namun dengan mengirimkan uang virtual seperti bitcoin," kata dia.

Bitcoin sendiri merupakan uang virtual yang digunakan sebagai alat pembayaran untuk transaksi dalam aktivitas siber. Aktivitas ini kata dia sebenarnya bisa dilacak jika transaksi dilakukan secara transparan dengan identitas yang asli namun akan menjadi sulit jika sudah menggunakan identitas palsu.

"Pelacakan terhadap penggunaan bitcoin dapat dilakukan apabila dalam transaksi yang dilakukan secara benar, secara transparan dengan identitas real," kata dia.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement