Senin 15 May 2017 15:14 WIB

Generasi Millenial, UMKM, dan Media Pemasaran Digital

William Henley
Foto: istimewa
William Henley

REPUBLIKA.CO.ID, Oleh : William Henley *)

Generasi Y atau belakangan lebih dikenal sebagai generasi millenial menjadi kelompok usia dengan potensi wirausaha dan potensi pasar yang sangat besar. Bila dikaitkan dengan bonus demografi bagi Indonesia, maka kehadiran generasi millennial itu merupakan bonus tersendiri bagi demografi Indonesia.

Bonus demografi yang dilihat dari jumlah usia angkatan kerja 15-64 tahun mencapai 70 persen tentu menjadi berkah tersendiri di saat penduduk usia tidak produktif yaitu 14 tahun ke bawah dan di atas 65 tahun secara persentase total hanya 30 persen. Bonus demografi itu diprediksi akan dirasakan Indonesia pada tahun 2020-2030. Artinya, dalam kurun waktu 3-13 tahun ke depan sumber daya manusia Indonesia lebih banyak dalam usia produktif.

Sementara itu, yang dimaksud dengan generasi millennial adalah mereka yang lahir antara tahun 1981-1994 (atau hingga sebelum tahun 2000). Dengan kata lain, pada 2020 generasi millennial Indonesia berada pada rentang usia 26-39 (atau mulai dari usia 20 jika dihitung dari kelahiran tahun 2000). Sedangkan pada 2030 rentang usia generasi millennial Indonesia berada pada rentang usia 36-49 (atau mulai dari usia 30 tahun jika dihitung dari kelahiran 2000).

BKKBN pernah merilis proyeksi bahwa pada 2020-2030, Indonesia akan memiliki sekitar 180 juta orang berusia produktif dan sekitar 60 juta jiwa usia tidak produktif. Secara proporsional bisa dihitung bahwa kelak 10 orang usia produktif “hanya menanggung” 3-4 orang usia tidak produktif. Hal ini berarti bahwa tabungan masyarakat dan tabungan nasional akan mengalami peningkatan.

Data lain dari BPS, pada Agustus 2010, jumlah penduduk Indonesia berdasarkan hasil sensus adalah sebanyak 237.556.363 orang, yang terdiri dari 119.507.580 laki-laki dan 118.048.783 perempuan. Mereka tersebar keseluruh pulau di Indonesia, dengan konsentrasi tinggal di Pulau Jawa 58%, Pulau Sumatra 21 persen,, Pulau Sulawesi 7 persen, Pulau Kalimantan 6 persen, Bali dan Nusa Tenggara 6 persen, Papua dan Maluku 3 persen.

Sementara itu, prediksi kenaikan jumlah penduduk Indonesia dari tahun 2000 sampai 2010 mencapai 32.423.905 jiwa (15,8 persen per 10 tahun). Jika dilakukan pembulatan maka peningkatan jumlah penduduk per tahun dari tahun 2000 sampai 2010 mencapai 1,6 persen.

Jika rata-rata kenaikan jumlah penduduk Indonesia dari tahun 1990 sampai 2010, per tahun mencapai 1,5 persen, maka bisa diasumsikan bahwa jumlah penduduk Indonesia pada 2020 bisa mencapai 273.189.817 jiwa. Prediksi lain menyebutkan bahwa jumlah penduduk Indonesia tahun 2030 mencapai 345 Juta Jiwa.

Bila kita asumsikan semua perhitungan di atas mendekati kenyataan yang akan terjadi, maka jelas terbaca bahwa generasi millennial Indonesia yang berkisar pada usia  26-39 (atau mulai dari usia 20 jika dihitung dari kelahiran tahun 2000) pada tahun 2020 atau pada rentang usia 36-49 (atau mulai dari usia 30 tahun jika dihitung dari kelahiran tahun 2000) pada tahun 2030 akan sangat mewarnai corak demografi Indonesia.

Inilah generasi yang ditengarai sebagai orang-orang dengan usia produktif sekaligus konsumen yang mendominasi pasar. Saat ini, juga pada tahun 2020-2030 mendatang.

Jika pemerintah menyiapkan bonus demografi tersebut dengan program peningkatan SDM termasuk beasisiwa pendidikan di dalam dan luar negeri, maka kalangan dunia usaha, dari berbagai level juga akan mempersiapkan mereka sebagai konsumen yang selain loyal juga kritis dalam peningkatan kualitas produk.

Peluang UMKM

Sembari menunggu 'matangnya' generasi millennial untuk masa depan bangsa, maka kini saatnya kalangan UMKM juga melihat generasi ini sebagai peluang sekaligus tantangan. Peluang dalam pengertian ada pasar yang cerdas dan kritis yang bisa direngkuh kalangan UMKM sekaligus tantangan untuk bisa menghasilkan produk dan layanan yang bertemu dengan minat dan keinginan generasi millennial. Di luar itu, UMKM bisa menyediakan diri sebagai lahan yang juga bisa dimanfaatkan kalangan millennial ini.

Peluang dan tantangan tersebut semestinya bisa dijawab, jika paling tidak, kalangan UMKM memahami bagaimana menghadapi generasi millennial. Dunia bisnis, termasuk UMKM, tentu memahami perlunya pendekatan tertentu kepada generasi dengan karakteristik antara lain sebagai berikut:

Generasi millennial lebih percaya User Generated Content (UGC) daripada informasi searah. Iklan atau informasi dari perusahaan besar bukan lagi pilihan utama, kalah oleh pengalaman pribadi dan hal subjektif-personal lainnya. Pembelian produk lebih didasarkan pada penilaian dan pengalaman orang lain di Internet.

Karena cenderung subjektif-personal, kalau kecewa mereka pun tak segan melontarkan kekecewaannya. Mengingat aktivitas mereka yang internet-minded, maka tak aneh kalau keluhan dan kekecewaan, juga pujian akan menyebar melalui media yang terkoneksi dengan internet.

Mengingat ponsel menjadi 'teman abadi' mereka, maka strategi pemasaran dan penjualan pun tak bisa lepas dari 'teman abadi' generasi ini. Itu sebabnya, pemanfaat sumber-sumber informasi digital berbasis internet menjadi sangat perlu diperhatikan.

Mengingat secara umum, mereka tak bisa lepas dari ponsel dan informasi digital berbasis Internet, maka pengenalan produk yang tadinya menjadi tugas bagian marketing untuk menghapal dan menyosialisasikannya (mengedukasikannya) kepada konsumen, kini berubah alur penyampaiannya.

Konsumen dari generasi millennial ini justru akan berperan sebagai bagian marketing sekaligus penasihat pembelian bagi dirinya. Product knowledge karena itu wajib tersedia di informasi digital berbasis internet, selebihnya generasi inilah yang akan menimbang dan memutuskan.

Lantas, apa kerja bagian marketing sebuah perusahaan: tak lain sebagai mitra atau partner diskusi generasi millennial yang tidak boleh bohong atau memberikan informasi palsu. Sebab, sekali ketahuan berbohong, hal itu akan serta merta menyebar melalui internet sebagai pesan viral yang bisa menghancurkan kredibilitas perusahaan.

Mengingat generasi ini suka membuat bersosilisasi melalui media sosial, maka UMKM pun bisa menjadikannya sebagai mitra penyebar produk atau duta produk melalui akun mereka di Twitter, Facebook, Line, dan media sosial lainnya..

Mobilitas menjadi ciri khas lain dari generasi ini, karena itu pesan-pesan visual jauh lebih mendominasi daripada pesan verbal yang ditulis dengan huruf berbaris panjang dan 'menyita waktu' mereka.

Ingat bahwa generasi millennial nyaris mengalokasikan waktunya untuk senantiasa online 24 jam dalam setiap harinya. Oleh karena itu, diperlukan bentuk komunikasi yang akrab, namun tidak memaksa dan tidak menggurui generasi ini.

Generasi yang melihat dunia dengan berselancar di dunia maya ini bisa tahu segala hal. Jadi, biarkan kehendak bebas mereka tidak dibatasi atau diganggu komunikasi pemasaran yang memaksa.

Karena memiliki kebebasan yang luas di ujung jari, harus dipahami, jika generasi millennial cenderung tidak loyal atas produk tertentu. Walau demikian, mereka efektif dalam pengambilan keputusan. Gimmick yang bisa diterapkan adalah mengajak mereka untuk loyal terhadap brand, dengan demikian produk apa pun dari brand yang mereka sukai akan lebih mudah dipilih.

Mengingat generasi millennial lebih nyaman transaksi secara cashless, maka hal itu pula yang harus disedikan. Jangan biarkan mereka repot bertransaksi dengan uang tunau, karena itu akan menjadi sebuah pintu terbuka yang mempersilakannya pergi saat itu juga.

Media komunikasi pemasaran

Poin kunci dari pemasaran terhadap generasi Millenial adalah mendekatkan market atau pasar kepada mereka, bukan sebaliknya menarik mereka untuk datang ke pasar atau market. Untuk itu diperlukan suatu outlet digital yang mudah diakses, kapan pun mereka suka. Oleh karena itu, kehadiran media pemsaran digital termasuk digital directory bahkan yang bersifat hyperlocal directory, dan tersedia versi mobile-nya dalam sebuah mobile application akan memberikan keuntungan yang signifikan.

Hyperlocal directory ini berfungsi juga sebagai media komunikasi pemasaran, sesuai objektif dari setiap jenis usaha, termasuk UMKM. Tak hanya hadir virtual, pengelola hyperlocal directory ini pun dapat memberi coaching dan pendampingan bagi UMKM, lewat berbagai event, juga melalui kanal digital dan media sosial.

Pendeknya, aplikasi hyperlocal directory tadi dirancang untuk memudahkan merchant sebagai komunitas market untuk mendekati generasi millennial. Di sisi lain, directory hyperlocal inipun memudahkan penggunanya menemukan barang atau jasa yang dibutuhkan.

Pada akhirnya, dengan perkembangan teknologi digital, directory hyperlocal bahkan bisa diakses secara global. Apa yang terjadi kemudian adalah sebuah fakta afirmatif yang membenarkan bahwa global village atau kampung global memang sudah terbangun di dunia virtual.

*) Founder dan CEO Indosterling Group, pemilik Lokamedia.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement