REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Wakil Ketua Komisi Hukum Majelis Ulama Indonesia (MUI) Ikhsan Abdullah menilai pemerintah tidak perlu menggubris tanggapan dunia internasional terhadap vonis yang dijatuhkan pengadilan terhadap Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok.
Menurut Ikhsan, Indonesia memiliki produk hukumnya sendiri dan itu justru harus dipertahankan. Jika ada pihak atau lembaga internasional yang turut mengomentari kasus Ahok ini, maka berarti mereka ingin mencampuri urusan dalam negeri Indonesia.
"Biarkan sajalah, enggak usah dihiraukan, toh nanti capek sendiri. Yang penting kita sebagai bangsa mempertahankan produk kita, keputusan kita sebagai bangsa yang juga harus tersinggung dengan cara-cara tadi," katanya di Cikini, Jakarta, Sabtu (13/5).
"Itu berarti dia mencampuri urusan rumah tangga Indonesia. Hukum kita. Hukum kita berdaulat sebagai negara berdaulat," tegasnya.
Ikhsan juga menuturkan, seharusnya massa pendukung Ahok dapat menerima putusan pengadilan atas kasus penodaan agama Ahok. Kalaupun tidak puas terhadap vonis hakim tersebut, ada mekanisme hukum lain yakni melalui pengajuan banding ke pengadilan tinggi.
"Ya harus menerima dong sebagai bangsa beradab dan beragama. Masa enggak mau menerima takdir. Itu kan takdir namanya," ucapnya.
Seperti diketahui, dunia internasional turut merespons putusan hakim Pengadilan Negeri Jakarta Utara yang memvonis 2 tahun penjara kepada Basuki Tjahaja Purnama atas kasus penistaan agama. Putusan tersebut berlandaskan pada pasal 156a Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP).
Lembaga dari London, Inggris, yang konsen pada Hak Asasi Manusia (HAM) seperti Amnesty International menilai putusan tersebut justru membuat Indonesia dalam keadaan intoleransi. Menurut lembaga tersebut, pasal 156a KUHP itu perlu ditinjau ulang karena menimbulkan rasa ketidakadilan.
Selain itu, Dewan HAM Perserikatan Bangsa-bangsa (PBB) untuk Asia juga memandang pasal tersebut perlu dievaluasi. Mereka melalui akun twitter resminya, juga menunjukan sikap prihatin terhadap vonis yang dijatuhkan pengadilan kepada Ahok.
Menteri Hukum dan HAM Yasonna H. Laoly, pun mengamini bahwa Dewan HAM PBB memang sempat menyampaikan harapannya agar aturan soal penistaan agama itu dievaluasi. Hal tersebut disampaikan saat dirinya menghadiri sidang Universal Periodic Review di Jenewa, Swiss, beberapa waktu lalu.