REPUBLIKA.CO.ID, TASIKMALAYA -- Fakultas Pertanian Universitas Siliwangi (Unsil) mendukung penuh program pertanian organik oleh petani. Berbagai kajian akademis Unsil diharapkan ikut menggiatkan petani organik ketimbang menggunakan bahan kimiawi.
Dekan Fakultas Unsil Unsil, Ida Hodiyah mengatakan perbedaan utama tanaman organik dan nonorganik adalah dari faktor penggunaan bahan kimiawinya. Adapun petani organik tentunya menggunakan bahan alami dari lingkungan sekitar. Ia mengingatkan petani nonorganik bahwa penggunaan bahan kimiawi seperti urea justru tidak efektif bagi lahan pertanian.
"Padahal para petani tidak tau bahwa secara ilmiah hasil penelitian urea diserap hanya 50 persen sisanya menguap atau masuk ke air jadi cemari lingkungan, berarti ini uang buat beli pupuk, percuma 50 persen terbuang," katanya dalam acara Agro Kingdom di Unsil, Kamis (11/5).
Bahkan, ia menuding penggunaan logam berat dalam kandungan urea ini sebagai salah satu penyebab kerusakan lingkungan. Sebab kandungan kimiawinya bisa larut dalam air yang akan digunakan masyarakat. Selain itu, tanah yang digunakan petani pun berpotensi menurun kualitasnya untuk ditumbuhi. "Terlalu banyak pakai pupuk kimia tanah jadi keras susah diolah berarti aerasi tanah jelek pertumbuhan akar cari unsur hara makin sulit," ujarnya.
Ia pun menawarkan penggunaan bahan alami dalam pertanian seperti pupuk kompos. Apalagi, tanaman organik sebenarnya bukanlah hal baru di Indonesia karena sudah dilakukan secara turun-temurun. Penggunaan bahan kimia dalam pertanian, menurutnya baru dilakukan setelah ada penemuan pupuk kimia.
"Sebenarnya sejak dulu sebelum ada revolusi hijau sudah dilaksanakan tanaman organik dari nenek moyang manfaatkan limbah rumah tangga. Kami tidak telat sudah mulai sejak 2000an cuma perlu komitmen petani karena mereka tergoda pupuk kimia karena hasilnya dianggap lebih maksimal," ucapnya.