Kamis 11 May 2017 06:22 WIB

Mewujudkan Kuliner Sehat di Solo

Rep: Andrian Saputra/ Red: Yudha Manggala P Putra
Satai buntel, salah satu kuliner Solo yang terbuat dari daging kambing atau sapi cincang.
Foto: Republika/Tahta Aidilla
Satai buntel, salah satu kuliner Solo yang terbuat dari daging kambing atau sapi cincang.

REPUBLIKA.CO.ID, SOLO -- Seiring meningkatnya kesadaran masyarakat akan kesehatan, menuntut pelaku usaha kuliner berbenah diri. Pelaku usaha diharapkan tak hanya mengedepankan tampilan dan rasa dari hidangan yang dijajakan. Melainkan juga memperhatikan aspek kesehatan dan kebersihan terhadap makanan dan minuman yang dijual.

Solo, sebagai daerah yang terkenal dengan destinasi wisata kulinernya diharapkan dapat mewujudkan wisata kuliner dengan cita rasa menarik, higienis dan sehat.

“Sekarang kesadaran dan tuntutan masyarakat menjadi tinggi, standarnya berkaitan dengan kesehatan, kebersihan, halal dan lainnya. Dan ini menjadi tantangan bagi Solo sebagai destinasi kuliner nomor satu sehingga dapat menenuhi kriteria pasar,” tutur Ketua Forum Pembangunan Ekonomi dan Promosi Kota Solo, David Wijaya disela-sela diskusi bersama para pelaku usaha kuliner Solo di Omah Sinten Resto pada Rabu (10/5).

David menilai meski kuliner Solo beranekaragam, namun belum banyak penjual yang memperhatikan kesehatan dari hidangan yang disajikan. Menurutnya, hal ini juga yang membuat banyak wisatawan khususnya mancanegara lebih selektif memilih makanan saat berkunjung ke Solo.

Sebab itu, dia pun mendorong Pemerintah Kota Solo untuk mewujudkan kota kuliner sehat sehingga wisatawan baik domestik maupun mancanegara tak ragu-ragu saat berburu kuliner di Solo.

David mengatakan untuk mewujudkan kuliner sehat memang diperlukan riset terkait gizi dan lainnya terhadap makanan atau minuman. Selain itu harus melalui pemeriksaan Badan Penelitian Obat dan Makanan (BPOM) dan penerbitan sertifikat khusus.

Kendati demikian, kata dia, riset untuk mewujudkan kuliner sehat dapat dilakukan Pemkot Solo bersama pelaku usaha dengan menggandeng lembaga riset yang dimiliki berbagai Universitas dan Perguruan Tinggi di Solo.

Bahkan dia berharap hal tersebut juga dapat dilakukan terhadap makanan-makanan khas Solo yang dijual dalam bentuk kemasan. Dia yakin bila  kuliner di Solo telah memiliki standarisasi aspek kesehatan akan meningkatkan minat pasar.

“Ini kedepan perlu dilakukan, makanan sehat yang higienis. Seperti pasar eropa yang mulai mengeliminir lemak pada daging, mencari treatment dan terobosan. Begitu pun di Solo, seperti Tengkleng atau Sate Kere yang kedepan bagaimana tak hanya nikmat tapi juga higienis dan sehat bagi konsumen,”katanya.

Dia menyadari dengan sertifikasi kuliner sehat akan melahirkan segmen-segmen baru. Terlebih efeknyya terhadap harga yang jauh lebih tinggi. Kendati begitu, jelasnya, hal tersebut akan bertahap di lalui masyarakat.

Untuk itu, kata dia, diperlukan peran aktif Pemkot Solo melalui dinas terkait untuk mensosialisasikan kuliner sehat kepada warga dan wisatawan.

Di lain sisi, President Indonesia Marketing Association (IMA) Chapter Solo, Retno Wulandari mengatakan saat ini di Solo semakin banyak bermunculan pelaku-pelaku usaha baru di bidang kuliner. Mereka pun membuat lokasi-lokasi wisata kuliner baru di Solo dan sekitarnya.

“Kita resum bahwa di Solo ini muncul klaster baru (di kuliner) yang menarik, dan kebanyakan pelakunya adalah anak muda,” katanya.

Bahkan kata dia, semakin banyak bermunculan pelaku usaha kuliner muda dari Solo yang produknya telah dikenal luas dan menjadi ikon kuliner Solo. Hal ini pun mempermudah dunia perhotelan untuk memberikan pelayanan terhadap tamu yang mencari kudapan di Solo. Meski, jelasnya, jumlah pengunjung hotel di Solo pun 90 persen dari domestik.

“Dengan banyaknya kluster itu, tamu hotel tinggal diarahkan sesuai dengan makanan kesukaannya. Meski memang untuk mewujudkan kuliner sehat cukup sukar, karena khas dalam makanan yang bisa jadi akan berubah,” katanya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement