REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA - Gugatan terhadap Peraturan Pemerintah (PP) nomor 72 tahun 2016 tentang perpindahan aset BUMN sampai saat ini masih dalam proses di Mahkamah Agung (MA). Kabarnya, oleh majelis hakim akan diputuskan nasib PP tersebut dalam waktu dekat.
Direktur Eksekutif Pusat Studi Hukum Energi dan Pertambangan (Pushep) Bisman Bhaktiar yang merupakan Ketua Tim Penggugat PP 72 dari KAHMI berharap putusan MA bisa membuka mata bahwa pemerintah salah dalam menerbitkan PP tersebut. "Saat ini masih dalam proses di MA oleh majelis hakim, kami belum mendapat informasi kapan akan ada putusan. Harapanya agar segera ada putusan dalam waktu dekat ini yang mana gugatan dikabulkan," ujar Bisman, di Jakarta Rabu (10/5).
Sejauh ini, Bisman bersama timnya sangat yakin bahwa PP 72 tersebut sangat bertentangan dengan berbagai UU, sehingga ada keyakinan besar PP tersebut akan dibatalkan oleh MA. Bahkan, lanjutnya, DPR pun juga banyak yang tak sepaham. "Tidak hanya kami, DPR pun (Komisi VI) juga menilai PP ini bertentangan dengan UU dan juga menolak PP 72 dan proses lebih lanjut pembentukan holding yang tidak sesuai dengan UU," lanjut dia.
Artinya, tidak hanya secara hukum saja yang ternyata bermasalah, namun secara politik pun juga mendapat penolakan. Menurut Bisman, perkembangan terakhirnya, memang dari pemerintah menyatakan bahwa proses holding akan menunggu putusan MA, dan tim kuasa hukum penggugat pun cukup mengapresiasi inisiatif dari pemerintah ini.
"Kami apresiasi sikap pemerintah tersebut, ya memang seharusnya begitu, agar tidak lebih bermasalah secara hukum ke depan," imbuh Bisman. Terkait dengan gugatan, Pemerintah juga beberapa waktu lalu telah menyerahkan materi jawaban dan penjelasan beleid tentang tata cara penyertaan dan penatausahaan modal negara BUMN dan perseroan terbatas ke MA.
Namun, Bisman bersama tim menyarankan kepada pemerintah, terlepas belum diputus oleh MA, sebaiknya Presiden Jokowi segera mencabut PP 72. Karena akan lebih elegan dan elok bagi Presiden melakukan koreksi daripada akan berakibat hukum di kemudian hari.
Selanjutnya proses pembentukan holding BUMN tetap bisa dilakukan dengan berdasar pada UU dan melalui mekanisme yang benar. "Karena jika tidak dibatalkan (saat ini), maka benar, dikhawatirkan akan menabrak berbagai aturan. Pemerintah pun (Presiden, Menteri dan pejabat terkait) dan pejabat BUMN ke depannya harus hati-hati," kata Bisman.
"Karena jika melanjutkan proses holding dengan PP 72 maka sangat berpotensi terjadi penyimpangan dan penyalahgunaan kewenangan, ada juga unsur melawan hukum. Nah tinggal jika ditemukan kerugian negara, maka siap-siap saja suatu hari KPK yang akan turun tangan," pungkas dia.