Senin 08 May 2017 16:55 WIB

Kebencanaan Masuk Prioritas Riset Nasional

Rep: Kabul Astuti/ Red: Esthi Maharani
Petugas Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) melakukan evakuasi korban bencana saat glasi bersih simulasi penanganan bencana gempa di Halaman Gedung Sate, Jalan Diponegoro, Kota Bandung, Senin (24/4).
Foto: Mahmud Muhyidin
Petugas Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) melakukan evakuasi korban bencana saat glasi bersih simulasi penanganan bencana gempa di Halaman Gedung Sate, Jalan Diponegoro, Kota Bandung, Senin (24/4).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Riset Bidang Kebencanaan bakal masuk dalam Rencana Induk Riset Nasional 2017 2045, yang sedang dalam proses penandatanganan oleh beberapa kementerian/lembaga terkait. Rencana induk riset ini akan menjadi roadmap bagi perencanaan riset kebencanaan di Indonesia agar tidak tumpang tindih.

Hal itu dikatakan Direktur Jenderal Penguatan Riset dan Pengembangan Kementerian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi, Muhammad Dimyati, dalam Pertemuan Ilmiah Tahunan Riset Kebencanaan ke-4 di UI Depok, Senin (8/5). Dimyati berharap pertemuan ini mampu merumuskan terobosan untuk menurunkan indeks kebencanaan nasional.

"Indonesia yang sangat sering dilanda bencana, hampir setiap bencana ada di Indonesia, perlu paradigma yang tersistem dalam menurunkan indeks risiko kebencanaan," kata Dimyati, Senin (8/5).

Ia mengungkapkan, kerangka pengurangan risiko bencana perlu menekankan pada pentingnya mengurangi jumlah korban bencana, jumlah orang terdampak bencana, jumlah kerugian ekonomi akibat bencana, serta kerusakan akibat bencana pada infrastruktur-infrastruktur penting.

Orientasi pemerintah Jepang dalam mengurangi gangguan pada layanan-layanan dasar, serta meningkatkan akses terhadap sistem peringatan dini multi ancaman dan informasi risiko di masyarakat perlu dijadikan contoh bagi upaya pengurangan risiko bencana di Indonesia. Tentunya, lanjut Dimyati, disesuaikan dengan tipe bencana dan kondisi kultur masyarakat, yang pasti berbeda dalam merespons bencana dengan masyarakat Jepang.

Menurut Dimyati, Indonesia perlu menerapkan semangat gotong royong dalam menghadapi bencana. Ia menyatakan ada kebutuhan regulasi yang dapat dijadikan acuan gotong royong dalam penanggulangan bencana. Perlu instrumen jitu yang dapat memaksa kementerian, pemerintah daerah, perguruan tingi, NGO, dan pemangku kepentingan lain untuk berperan dalam satu sistem tertata menyikapi bencana yang terjadi.

Dimyati menyatakan, Kemenristekdikti sedang menyusun Rencana Induk Riset Nasional 2017-2045 yang akan menjadi roadmap bagi seluruh komunitas peneliti untuk membawa hasil penelitian yang lebih terfokus. Rencana ini sedang dalam proses penandatanganan oleh beberapa kementerian terkait, dan akan dijabarkan dalam kurun 5 tahun.

"Salah satu bidang fokus dalam rencana induk riset nasional tersebut adalah bidang riset kebencanaan," ujar Dimyati.

Tema riset kebencanaan ini meliputi 4 tema besar, yakni teknologi dan manajemen bencana geologi, teknologi dan manajemen bencana hidrometeorologi, teknologi dan manajemen bencana kebakaran lahan dan hutan, serta teknologi dan manajemen bencana lingkungan.

Ia menyatakan rumusan dan kajian dalam rencana induk riset nasional tersebut telah mengedepankan paradigma antisipatif daripada responsif. Hal tersebut sejalan dalam paradigma penanggulangan bencana yang menggeser paradigma dari responsif menjadi preventif, dari pengurangan dampak menjadi pengurangan risiko.

Ia menambahkan, rencana induk riset nasional ini bakal berbentuk Peraturan Presiden (Perpres), yang berlaku untuk seluruh perguruan tinggi, lembaga pemerintah, lembaga penelitian, dan badan-badan litbang daerah. Semua mengacu pada rencana induk riset yang sudah disusun, disesuaikan dengan potensi bencana di daerah masing-masing. Pemerintah daerah juga turut dilibatkan.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement