REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Gelaran Islamic Book Fair (IBF) di Jakarta Convention Center, Jakarta Pusat, berakhir Ahad (7/5). Pengamat pendidikan, Doni Koesoema A, menilai kecenderungan masyarakat datang ke pameran-pameran buku sudah mulai untuk membeli dan membaca, tak sekadar jalan-jalan.
"Sekarang ini saya lihat beberapa kali saya ikut pameran buku, itu memang masyarakat pengen membeli karena memang pada saat ada book fair itu harga kan murah. Beberapa buku yang mereka cari ada yang murah. Animo masyarakat membaca itu sangat tinggi," kata Doni, kepada Republika.co.id, Ahad (7/3).
Doni melihat minat membaca masyarakat sudah meningkat dari waktu ke waktu. Hal serupa, tutur Doni, dijumpai ketika dia pergi mengunjungi ke gerai-gerai toko buku besar. Anak kecil banyak yang duduk di bangku atau pojok-pojok ruangan untuk membaca. Artinya, keberadaan pameran dan toko-toko buku sangat membantu pengembangan literasi masyarakat.
Meski pada tahun 2012 UNESCO pada tahun 2012 masih menyebut Indonesia sebagai generasi nol buku, Doni menyatakan animo masyarakat untuk membaca sudah lebih baik. Yang menjadi pe-er, Doni mengingatkan, tinggal bagaimana penyelenggara mempromosikan pameran-pameran buku tersebut sehingga banyak masyarakat ikut hadir.
Doni menuturkan banyaknya pameran buku paling tidak menyadarkan masyarakat akan pentingnya literasi atau membaca dalam kehidupan. Dimana pun, setiap ada pameran buku selalu sangat menarik. Ia memandang kegiatan ini sangat positif bagi pengembangan literasi.
Kendati demikian, Doni menilai keberadaan pameran buku saja tak cukup. Upaya menggiatkan budaya literasi harus dibuat lebih terstruktur di bangku pendidikan.
"Model-model book fair yang seperti sekarang ini, ini tentu tidak akan efektif karena ini hanya istilahnya sebuah program yang snapshot, sekilas-sekilas. Tetapi literasi harus dibuat secara sistematis dan terstruktur. Maka, literasi yang paling efektif harus ada dalam lembaga pendidikan," ujar Doni Koesoema.
Ia menilai harus ada tindak lanjut dari program-program pameran buku. Hanya dengan pameran buku saja, masyarakat tidak akan cerdas. Menurut Doni, tindak lanjut tersebut mestinya berasal dari sistem pendidikan. Ketika di suatu lembaga pendidikan program literasi sudah terintegrasi dalam keseluruhan kurikulum, saat itulah akan terlahir masyarakat yang melek literasi.
Doni menambahkan upaya ini juga harus dibarengi gerakan pemerintah untuk menggiatkan literasi. Cara-cara kreatif perlu dilakukan. Ia mencontohkan, banyak pegiat sosial yang mempromosikan literasi lewat sepeda motor buku, warung buku, atau sapi yang membawa buku di daerah-daerah. Menurutnya, upaya-upaya itu akan sangat membantu meningkatkan budaya literasi.