Ahad 07 May 2017 11:55 WIB

Kambing Boerka, Bibit Kambing Unggulan Tipe Pedaging

Kambing Boerka
Foto: balitbangtan kementan
Kambing Boerka

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Selain untuk memenuhi pasar domestik, dalam usaha produk kambing nasional diperlukan juga upaya untuk memenuhi pasar ekspor yang prospektif. Diantaranya adalah ke negara seperti Malaysia dan Brunei Darussalam yang perlu dimanfaatkan secara maksimal.

Berangkat dari hal tersebut, Balitbangtan Kementerian Pertanaian, melalui Loka Penelitian Kambing Potong pada tahun 2004 telah mengembangkan program pembentukan kambing unggul melalui pendekatan perkawinan silang (cross breeding) antara pejantan kambing Boer dengan induk kambing Kacang, guna memenuhi bibit kambing dengan kualitas yang bagus.

Kambing Boer dipilih karena potensi pertumbuhan dan bobot hidup yang tinggi dan memiliki sifat fertilitas yang baik. Sementara kambing Kacang dipilih karena jenis kambing ini banyak diusahakan oleh petani di pedesaan karena sistem pemeliharaanya yang relatif mudah. Kambing kacang juga memiliki ukuran tubuh yang optimal untuk kebutuhan pasar domestik.

"Dari hasil perkawinan silang itu adalah kambing "Boerka" yang memiliki potensi sebagai jenis kambing tipe pedaging yang relatif baik dan memiliki potensi sebagai bibit kambing unggulan di waktu mendatang," ujar Kepala Loka Penelitian Kambing Potong (Lolitkambing), Dr. Simon Elieser.

Kambing Boerka Unggul Tipe Pedaging memiliki warna bulu coklat atau hitam pada bagian kepala sampai leher dan warna dominan putih pada bagian badan sampai kaki.

Keunggulan kambing ini yaitu rataan bobot lahir 2,8 kg, rataan bobot sapih 12 kg, bobot satu tahun bisa mencapai 35 kg sesuai dengan permintaan pasar luar negeri.

Kemudian litter size induk 1,68, pertumbuhan cepat 120 g/e/h bisa mencapai bobot 70 kg, karkas 49-51 persen, dan adaptif terhadap kualitas pakan rendah serta iklim tropis.

Kerjasama pengembangan sudah banyak dilakukan, baik dengan Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) di seluruh Indonesia, Pemerintah daerah, lembaga non pemerintah serta kelompok tani peternak.

Kerjasama dengan pemerintah daerah seperti dengan Dinas peternakan provinsi Sumatera Utara, Sumatera Barat, Kabupaten Asahan, Kabupaten Serdang Bedagai, Kabupaten Tanah Datar Sumatera Barat.

"Pada tahun 2016 terjalin kerjasama pengembangan kambing Boerka dengan Badan Amil Zakat Nasional (BAZNAS) Kabupaten Tanah Datar Sumatera Barat dan juga dengan Dinas Pertanian Provinsi Riau," ujar Simon.  

Sejak ditandatanganinya MoU dengan para mitra diharapkan penyebaran kambing Boerka bisa terlaksana lebih cepat. Untuk saat ini penyebaran kambing Boerka meliputi Aceh, Sumatera Utara, Sumatera Barat, Riau, Kepulauan Riau, Jambi, Babel, Bengkulu. Sumatera Selatan, Kalimantan Barat, Kalimantan Timur, Sulawesi Utara, Sulawesi Tenggara.

Analisis ekonomi pemeliharaan kambing Boerka yang diberi pakan berbasis limbah perkebunan kelapa sawit dengan bahan baku bungkil kedele, bungkil inti sawit, molases, lumpur sawit, pelepah sawit, dan indigofera didapatkan harga pakan komplit per kilogram Rp 1.200.

Dengan periode penggemukan selama tiga bulan, dibutuhkan konsumsi pakan 112,5 kg/ekor atau dibutuhkan biaya pakan Rp 135.000/ekor. Selain itu, diperlukan biaya tenaga kerja Rp 22.500/ekor, obat-obatan Rp 18.750/ekor dan perlengkapan kandang Rp 12.500/ekor).

Penerimaan selama periode penggemukan berasal dari pertambahan bobot badan selama tiga bulan sebesar 10,8 kg/ekor dikali dengan harga daging perkilo Rp 45.000 akan menghasilkan penerimaan sebesar Rp 486.000.

Penerimaan tambahan dari kotoran kambing sebesar Rp 6.300/ekor. Setelah mengurangkan penerimaan dengan pengeluaran, maka akan diperoleh pendapatan sebesar Rp 303.550/ekor.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement