Sabtu 06 May 2017 02:01 WIB

Pemerintah Diminta Beri Solusi Larangan Cantrang

Rep: Lilis Handayani/ Red: Angga Indrawan
Seorang nelayan memperbaiki jaring cantrang di dermaga Karangsong, Indramayu, Jawa Barat, Rabu (11/2). Sejak dua pekan terakhir, nelayan jaring cantrang di daerah tersebut tidak berani melaut akibat pelarangan penggunaan jaring cantrang dan hela
Foto: Antara/Dedhez Anggara
Seorang nelayan memperbaiki jaring cantrang di dermaga Karangsong, Indramayu, Jawa Barat, Rabu (11/2). Sejak dua pekan terakhir, nelayan jaring cantrang di daerah tersebut tidak berani melaut akibat pelarangan penggunaan jaring cantrang dan hela

REPUBLIKA.CO.ID, INDRAMAYU – Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) menunda penerapan Permen Nomor 71/2016 tentang Jalur Penangkapan Ikan dan Penempatan Alat Penangkapan Ikan di Wilayah Pengelolaan Perikanan Negara Republik Indonesia hingga akhir Desember 2017. Pemerintah pun diminta tak hanya sekadar menunda penerapan aturan itu, tapi juga memberi solusi.

 

Anggota Komisi IV DPR RI, Ono Surono, menjelaskan, di seluruh Indonesia ada sekitar 38 ribu unit kapal yang menggunakan alat tangkap yang dilarang sebagaimana disebutkan dalam Permen 71/2016 itu. Dari jumlah tersebut, baru tujuh persen di antaranya yang mengganti alat tangkap mereka.

 

"Pemerintah harus memberikan solusi dengan melakukan berbagai langkah," kata Ono, Jumat (5/5).

 

Anggota dewan dari dapil Indramayu – Cirebon itu mengatakan, pemerintah harus bisa menyiapkan anggaran yang maksimal dari APBN Perubahan untuk mengganti alat tangkap tak ramah lingkungan bagi kapal yang berukuran 10 GT kebawah. Sebab, mereka tidak memiliki modal untuk mengganti alat tangkap.

 

Selain itu, pemerintah juga mesti mendorong menteri keuangan, BI dan OJK agar membuat skim kredit khusus paling lama dua bukan kedepan. Skim kredit khusus itu diperuntukkan bagi kapal diatas 10 GT tapi tak lebih dari 30 GT, agar dapat memperoleh pinjaman guna mengganti alat tangkap yang dilarang.

 

Saat ini, terang Ono, para pemilik kapal yang berukuran antara 10 – 30 GT sudah memiliki pinjaman ke bank dengan agunan rumah dan tanah. Akibatnya, mereka sangat sulit memperoleh pinjaman baru untuk mengganti alat tangkap mereka.

 

"Selama ini perbankan berjalan normatif, tidak ada kekhususan untuk mereka," ucap Ono.

 

Ono menambahkan, pemerintah, seperti KKP, Kemenkop, Kemendikbud dan pemda, diharapkan juga bisa membantu memberikan pelatihan penggantian alat tangkap kepada para nelayan. Pasalnya, SDM nelayan yang selama ini terbiasa menggunakan alat tangkap tak ramah lingkungan masih belum siap untuk mengganti alat tangkap mereka.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement