REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Mahasiswa dan generasi muda Indonesia wajib memiliki pertahanan diri dalam menghadapi serangan paham radikal terorisme. Apalagi faktanya ada beberapa kampus di Indonesia, yang sudah 'disusupi' kelompok tersebut dan menularkan ajarannya, baik radikal terorisme dan khilafah dengan tujuan merusak persatuan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).
"Saat ini sudah ada kampus yang justru menjadi basis kelompok yang ingin memecah belah NKRI dengan tujuan mendirikan negara khilafah. Ini harus diwaspadai. Kalau adik-adik mahasiswa dan generasi muda tidak mempunyai benteng pertahanan dari kelompok radikal terorisme ini, risikonya sangat besar yaitu perpecahan NKRI," kata Ketua Umum GP Ansor H. Yaqut Cholil Qoumas di Jakarta, Rabu (3/5).
Seperti diketahui beberapa waktu, digelar Deklarasi Khilafah yang diadakan Badan Kerohanian Islam Mahasiswa IPB bekerja sama dengan Hizbut Tahrir Indonesia (HTI) chapter kampus IPB. Menurut Yaqut kegiatan ini jelas telah bertentangan dengan NKRI dan seharusnya pemerintah, dalam hal ini aparat keamanan segera bertindak dengan membubarkan HTI. Tapi faktanya, sejauh ini belum ada tindakan nyata untuk membubarkan HTI, yang jelas-jelas ingin mendirikan negara khilafah.
"Saya juga bingung apa sih yang ditunggu sehingga penanganan HTI ini terkesan lamban. Inilah yang bisa menimbulkan banyak spekulasi. Padahal jelas mereka menolak HTI," ungkap Gus Tutut, panggilan karib Yaqut Cholil Qoumas.
Yaqut menilai kampus adalah tempat paling mudah dimasukan gerakan radikal. Karena itu, Ansor pelan-pelan masuk ke dunia kampus, yang selama ini belum pernah dimasuki. Sebagai langkah pertama, GP Ansor menggelar Ansor Day di kampus Universitas Negeri Jakarta (UNJ), Sabtu (29/4).
Yaqut berharap langkah ini akan terus melebar ke kampus-kampus lain dalam menyuarakan persatuan dan kedamaian NKRI sekaligus menyadarkan mahasiswa dengan bahaya radikalisme dan terorisme yang berada di sekeliling mereka."Ini baru langkah awal. Mudah-mudahan seterusnya kita masuk kampus lain. supaya sama-sama kita bendung kelompok radikal anti NKRI," tegas Gus Tutut.
Ia menilai mudah masuknya paham radikal ke mahasiswa dan generasi muda karena saat ini kolektivitas sosial mereka mulai berkurang akibat lebih banyak menghabiskan waktu dengan gagdet. Hal itu membuat hubungan antarmahasiswa dan generasi muda menjadi renggang sehingga mereka tidak mempunyai filter untuk menghadapi propaganda radikalisme. Ketidakadaan proteksi inilah yang membuat gerakan anti NKRI mendapat tempat di kalangan mahasiswa dan generasi muda.
Faktor lainnya adalah frustrasi dengan keadaan karena kondisi sosial politik di Indonesia masih tidak menentu. "Saat semua jadi susah dan tidak pasti, mereka menawarkan angan-angan yaitu kalau ikut khilafah selesai persoalan. Yang tidak kerja punya pekerjaan, yang tidak punya penghasilan, punya penghasilan, bahkan matinya pun masuk surga. Harapan seperti itu mudah ditangkap dalam situasi orang frustasi. Padahal semua itu omong kosong saja," terang Yaqut.