REPUBLIKA.CO.ID, PEKANBARU -- Kementerian Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan menyebutkan koordinasi dan sinergitas antara pemerintah pusat dan daerah untuk menangani pengungsi yang berasal dari luar negeri masih perlu untuk dioptimalkan. Saat ini hal itu dinilai masih dinilai lemah.
"Perpres 125/2016 tentang Pengungsi Luar Negeri, diharapkan dapat meningkatkan koordinasi serta sinergitas pemerintah pusat dan daerah menjadi lebih baik," kata Asisten Deputi Bidang Koordinasi Penanganan Kejahatan Transnasional dan Kejahatan Luar Biasa Kemenko Polhukam RI Brigjen Pol Chairul Anwar di Pekanbaru, Rabu (3/5).
Karena di dalam Perpres ini, lanjutnya, sudah jelas mengatur peran dari kementerian, lembaga dan termasuk instansi pemerintah di daerah terkait penanganan pengungsi dari luar negeri.
"Selain koordinasi dan sinergitas, juga terdapat permasalahan dalam penanganan pengungsi dari luar negeri, diantaranya ialah sikap penolakan dari beberapa Pemda terkait dengan penempatan pengungsi, tempat penampungan, dampak yang ditimbulkan, pengawasan serta anggaran," paparnya.
Ia menjelaskan bahwa saaat ini posisi Indonesia ialah belum meratifikasi Konvensi Jenewa 1951 dan Protokol 1967 tentang pengungsi.
"Saat ini Indonesia hanya dijadikan tempat transit ireguler pengungsi dari luar negeri, dan Indonesia bukanlah negara tujuan pengungsi luar negeri," jelasnya.
Hanya saja, lanjutnya, Indonesia telah meratifikasi Konvensi HAM pada tahun 1948 dan Indonesia menghormati adanya HAM. "Namun ke depan, pemerintah akan mengupayakan bahwa tidak akan memberikan izin dengan mudah kepada pengungsi dari luar negeri yang berencana untuk datang ke Indonesia, Indonesia juga akan melakukan tindakan-tindakan tegas yang nyata untuk mengatasi pengungsi dari luar negeri, seperti deportasi," katanya.