Senin 01 May 2017 10:56 WIB

Miryam Ditangkap, KPK Ucapkan Terima Kasih kepada Polri

Juru bicara KPK Febri Diansyah menyampaikan pernyataan pers di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Rabu (12/4).
Foto: Antara/Reno Esnir
Juru bicara KPK Febri Diansyah menyampaikan pernyataan pers di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Rabu (12/4).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengucapkan terima kasih kepada Bareskrim Polri, yang telah berhasil menangkap Miryam S Haryani. Politikus Hanura itu yang masuk dalam daftar pencarian orang (DPO) itu, ditangkap di salah satu hotel di kawasan Kemang, Jakarta Selatan, Senin (1/5) dini hari.

"Benar, KPK telah mendapat informasi dan sedang berkoordinasi dengan Polri. Proses pascapenangkapan tersebut akan segera dilakukan. Kami sampaikan terima kasih atas kerja sama ini," kata Juru Bicara KPK Febri Diansyah saat dikonfirmasi di Jakarta, Senin (1/5).

Febri menyatakan saat ini KPK sedang dalam proses koordinasi dengan pihak Polri pascapenangkapan Miryam itu. Sementara itu, Kadiv Humas Polri Irjen Setyo Wasisto membenarkan pihaknya telah menangkap Miryam S Haryani.

"Benar sudah ditangkap semalam jam 00.20, ditangkap Satgas Bareskrim di Grand Kemang. Ditangkap tanpa perlawanan," kata Setyo.

Selanjutnya, kata dia, Miryam untuk sementara dibawa ke Polda Metro Jaya untuk dimintai keterangan dan nantinya akan dibawa ke KPK.

Sebelumnya, KPK telah mengirimkan surat kepada Polri untuk memasukkan salah satu nama dalam Daftar Pencarian Orang (DPO), yaitu Miryam S Haryani, tersangka memberikan keterangan tidak benar pada persidangan perkara tindak pidana korupsi proyek KTP elektronik (KTP-e) atas nama terdakwa Irman dan Sugiharto di Pengadilan Tipikor Jakarta.

KPK sendiri sudah memberikan kesempatan kepada Miryam S Haryani untuk dipanggil secara patut. Namun karena Miryam dianggap tidak kooperatif, KPK dalam proses penyidikan ini menerbitkan surat DPO untuk tersangka Miryam S Haryani dan kemudian mengirimkannya kepada pihak Polri.

Miryam disangkakan melanggar Pasal 22 juncto Pasal 35 Undang-Undang Nomor 31 tahun 1999 sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 tahun 2001 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi.

Pasal tersebut mengatur mengenai orang yang sengaja tidak memberi keterangan atau memberi keterangan yang tidak benar dengan ancaman pidana paling lama 12 tahun dan denda paling banyak Rp600 juta.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement